Hadiah Nobel untuk bidang fisiologi atau kedokteran tahun 2006 dianugerahkan kepada dua orang professor asal Amerika Serikat, Andrew Z. Fire (Stanford University) dan Craig C. Mello (University of Massachusetts). Mereka mendapatkan Nobel atas penemuannya 9 tahun lalu, yang menjelaskan bahwa duble-stranded RNA (dsRNA) dapat “membungkam” (silence) aktivitas atau ekspresi dari suatu gen tertentu secara homology-dependent. Proses inilah yang kita kenal dengan RNA interference (RNAi)[1].
Proses ekspresi suatu gen merupakan hal yang sangat penting dan mendasar pada makhluk hidup. Pabrik pencetak gen biasanya terdapat dalam chromosome yang terletak pada inti sel dan ekspresinya akan tampak pada proses selanjutnya yang kita kenal dengan istilah sintesis protein di sitoplasma.
Materi genetik yang diidentifikasikan sebagai deoxyribonucleic acid (DNA) ditemukan pada tahun 1944 [2] dan struktur double-helixnya dipecahkan pada tahun 1953 [3]. Bentuk lain dari nucleic acid, single-stranded ribonucleic acid (RNA) diketahui sebagai pembawa pesan (message) dari bentuk awalnya yaitu DNA untuk dirubah menjadi bentuk akhir yaitu potein, yang kita kenal sebagai teori central dogma of molecular biology (Gambar 1).

Gambar 1. Central dogma (sumber gambar: www.geneticsandhealth.com).

RNA interference (RNAi)
RNAi adalah fenomena biologi didalam sel yang prinsip dasarnya adalah dengan masuknya dsRNA ke dalam sitoplasma yang akhirnya akan membungkam ekspresi suatu gen ditingkat post-transcriptional (Gambar 1). RNAi sudah banyak dipakai pada penelitian menggunakan cacing (C. elegans) dan lalat buah (D. melanogaster).
Pada awalnya, proses “gangguan” (interference) menggunakan RNA tidak berhasil, karena para peneliti menggunakan dsRNA dengan panjang lebih dari 30 nucleotides (nt). Hal ini menyebabkan supresi dari gen yang tidak seharusnya terbungkam (non-specific suppression gene). Dalam perkembangannya, penggunaan dsRNA dengan nt yang lebih pendek, 21-23 nt, berhasil membungkam ekspresi gen yang dikehendaki pada sel mamalia, yang kita kenal dengan nama small interfering RNA (siRNA).
Penelitian tentang RNAi dirintis diberbagai bidang biologi seperti pada tumbuhan (petunia dan fungi)[4, 5] serta pada hewan-hewan tingkat rendah (potato virus X dan C. elegans) [6,7]. Dan baru pada tahun 1998, professor Fire dan Mello berhasil memecahkan teka-teki tentang RNAi, dsRNA dan menjelaskan secara detail tentang mekanismenya.
Dengan menggunakan C. elegans, mereka membuktikan bahwa injeksi dsRNA kedalam tubuh cacing ini dapat membungkam target gen yang diinginkan (highly gene-specific) dan efeknya jauh lebih hebat dibandingkan hanya dengan menggunakan sense atau anti-sense (single-stranded RNA) saja[1].
Bagaimana cara kerja sistem RNAi membungkam ekspresi suatu gen?
Mekanisme dasar RNAi terdiri dari beberapa proses (Gambar 2):
1. Rantai dsRNA masuk kedalam sitoplasma sel (baik dalam bentuk alami ataupun sentetis), dan akan langsung dikenali oleh enzim yang disebut Dicer (pemotong). Enzim ini akan memotong rantai dsRNA menjadi rantai yang pendek-pendek (21 base pair, termasuk 2 nucleotide dengan 3’-end di kedua ujungnya).
2. Dicer-dicer tadi (bersama co-factor lainnya) akan sangat aktif memotong-motong dsRNA sehingga akan terdapat banyak potongan-potongan kecil dari dsRNA, yang kita sebut dengan small interfering RNA (siRNA) yang masih memiliki rantai ganda (double-stranded).
3. Selanjutnya siRNA akan dikenali oleh RNA-Induced Silencing Complex (RISC) yang mengandung enzim Argonaut, dimana pada fase ini siRNA akan dibelah menjadi rantai tunggal (single-stranded) yang akan mengaktifkan RISC.
4. RISC yang aktif akan segera mencari messenger RNA (mRNA) yang baru keluar dari inti sel, setelah proses transkripsi dari DNA (Gambar 1). Dan single-stranded siRNA didalam RISC akan dengan tepat mengenali target dan mengikat pasangan basa-komplemen-nya (base-pairing with the complementary) di mRNA.
5. Setiap RISC mengandung aktifitas enzim endonuclease (Argonaut subunit) yang bertugas memotong target mRNA menjadi bagian-bagian kecil, sehingga informasi genetik dari DNA untuk dirubah menjadi protein musnah. Potongan-potongan mRNA ini akan terdegradasi secara alami dengan mekanisme endogenous.
Gambar 2. Mekanisme kerja RNAi (sumber gambar: www.ncbi.nlm.nih.gov). Temuan terbaru bahwa sistem RNAi juga dapat mengaktifkan ekspresi suatu gen. -New insight for new system-
RNAi sudah banyak dibuktikan dapat membungkam ekspresi suatu gen atau dengan istilah lainnya turn-genes-off, akan tetapi baru-baru ini tim peneliti dari California menemukan bahwa sistem RNAi-pun dapat mengaktifkan suatu gen atau turn-genes-on. Hal ini sangat mengejutkan karena selama ini RNAi diketahui (baca: dipercaya) hanya dapat membungkam ekspresi gen dan bukan sebaliknya.
Sistem baru ini, merupakan aktivasi dari RNAi, diberi nama RNAs-active-genes (RNAa). Ini berawal dari penelitian Li et al., pada tahun 2006 [8]. Tim ini pada awalnya bermaksud membungkam ekspresi dari gen human E-cadherin (tumor suppressor gene) pada kanker prostat. Dan hasilnya sangat mengejutkan; ekspresi dari gen ini bukannya hilang akan tetapi malah meningkat secara signifikan.
Hal ini menjadi tanda tanya besar dan mengundang banyak spekulasi. Untuk memperkuat penemuan tadi, tim ini menggunakan tehnik RNAi pada gen-gen lain seperti p21 (tumor suppressor gene) dan VEGF (vascular endothelial growth factor) dengan berbagai jenis sel kanker (HeLa; cevix cancer dan MCF-7; breast cancer). Dan hasilnya konsisten menunjukan bahwa RNAa dapat memaksa sel untuk menghasilkan gen yang kita kehendaki, atau turn-genes-on.
Fenomena ini menimbulkan banyak tanda tanya, diantaranya: Bagaimana RNAi dengan sistem dan enzim yang sama, kadang-kadang dapat membungkam tetapi di lain pihak dapat merangsang ekspresi suatu gen yang sama? Apa yang membuat suatu siRNA bertindak sebagai silencer atau sebagai activator? “There is no clue”.
Penjelasan yang paling rasional adalah, Li et al. menggunakan dsRNA sintesis yang mentarget pomoter gen (baca: tempat untuk setiap gen memulai aktifitasnya) yang berbeda pada tiap percobaannya. Dan mereka mendapatkan jika dsRNA ditargetkan pada pomoer diluar CpG-rich region (CpG island) atau didaerah yang rendah kombinasi GC-nya, kemungkinan besar sistem RNAi akan bertindak sebadai activator (baca: RNAa). Dengan kata lain, lokasi dari suatu promoter gen sangat berperan dalam keputusan apakah RNAi akan membungkam atau mengaktifkan ekpresi suatu gen, atau lebih popular disebut dengan pomoter targeting dsRNA is sequence-specific.
Meskipun RNAa disebut sebagai fenomena baru dalam sistem RNAi, mekanismenya belum dapat dijelaskan secara terperinci dan ini masih memerlukan banyak percobaan dalam pembuktiannya. Akan tetapi temuan tim penelitian California ini merupakan terobosan (new insight) dalam menguak “dunia-lain” dari RNAs dan mekanismenya dalam regulasi gen, yang selama ini tenggelam oleh kebesaran nama DNAs.
RNAi sebagai alat terapi kedokteran modern
Di saat peneliti melakukan banyak percobaan tentang RNAi pada tumbuhan dan hewan tingkat rendah, para klinisi-pun bekerja keras untuk menterjemahkan ilmu dasar ini dalam perenapannya dilapangan (from bench t bed side). Mereka berusaha memahami sistem kerja RNAi ditingkat biologi molekular sekaligus berupaya mengaplikasikannya dalam bentuk pengobatan (therapeutics interventions).
Saat ini para klinisi sudah merintis penggunaan RNAi pada pasien-pasien dengan penyakit degeneratif seperti age-related macular degeneration (AMD) dan Parkinson’s, juga penyakit-penyakit infeksi seperti hepatitis dan HIV. Pengobatan penyakit keganasan pun sudah mulai menerapkan RNAi dalam banyak percobaannya, baik secara langsung mentarget gen-gen penyebab kanker atau secara tidak langsung mentarget gen-gen yang menyebabkan sel kanker kebal terhadap obat-obat kemoterapi (chemotherapy resistance genes).
Sebagai contoh, pada akhir tahun 2004 Food and Drug Administration (FDA) di Amerika mengizinkan clinical trial menggunakan RNAi kepada penderita penyakit AMD, yang merupakan penyebab utama kebutaan irreversible di negara berkembang. Pada AMD tipe “wet“, terjadi pertumbuhan yang berlebihan dari pembuluh darah dibelakang retina, kemudian menyebar dan menghancurkan sel-sel di daerah sentral retina.
Pertumbuhan pembuluh darah pada AMD ini dirangsang oleh gen yang dikenal dengan VEGF (vascular endothelial growth factor). Dengan menggunakan sistem RNAi, over-ekspresi dari VEGF pada pasien AMD dapat dihilangkan dan kebutaan total yang irreversible dapat dihindari (baca: diobati). Clinical trial dengan RNAi pada penderita AMD ini adalah yang pertama kalinya dilakukan pada manusia. Ditahun mendatang penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan akan lebih banyak masuk ke dalam clinical trial menggunakan sistem RNAi ini.
Penutup
Dalam sejarahnya, baru kali ini panitia hadiah Nobel memberikan penghargaan ini kepada penemuan yang baru saja mendapat perhatian publik (8 tahun dari publikasi ilmiahnya). Akan tetapi, penemuan ini memang dirasakan sangat cepat menyentuh berbagai aspek tentang biologi molekular dan kedokteran, bahkan bagi kalangan medis sistem RNAi ini akan sangat menjanjikan untuk penerapannya dimasa mendatang.
Daftar Pustaka:
[1]. Fire A., et al. Potent and specific genetic interference by double-stranded RNA in Caenorhabditis elegans. Nature 1998; 391: 806-811.
[2]. Avery O., et al. Studies on the chemical nature of the substrate inducing transformation of Pneumococcal types. J. Exp. Med 1944; 79: 137-158.
[3]. Watson J. D. and Crick F. H. Molecular structure of nucleic acids. Nature 1953; 171: 737-738.
[4]. Jorgensen R. A., et al. Chalcone synthase cosuppression phenotypes in petunia flowers: comparison of sense vs. antisense constructs and single-copy vs. complex T-DNA sequences. Plant. Mol. Biol. 1996; 31: 957-973.
[5]. Cogoni C. and Macino G. Isolation of quelling-defective (qde) mutants impaired in posttranslational transgene-induced gene silencing in Neuropora crassa. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 1997; 94: 10233-10238.
[6]. Baulcombe D. C. RNA as a target and an initiator of post-transcriptional gene silencing in transgenic plants. Plant. Mol. Biol. 1996; 32: 79-88.
[7]. Guo S. and Kemphues K. par-1, a gene required for establishing polarity in embryos, encodes aputative Ser/Thr kinase that is systematically disrupted. Cell 1995; 81: 611-620.
[8]. Li L. C., et al. Small dsRNAs induce transcriptional activation in human cells. Pro. Natl. Acad. Sci. USA 2006; 103: 17337-17342.

http://www.kamusilmiah.com/