Jumat, 25 Februari 2011

Manfaat Air Kelapa Bagi Kehamilan

Air kelapa tak hanya bisa melepaskan dahaga, tetapi kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sangat baik untuk kesehatan. Salah satunya, minum air kelapa selama kehamilan sangat dianjurkan, karena memiliki banyak manfaat kesehatan bagi ibu serta bayi. Ada banyak nutrisi penting dalam air kelapa dan memiliki tingkat yang sama dengan keseimbangan elektrolitik yang kita miliki dalam darah. Air kelapa juga steril secara alami. Secara umum, air kelapa sangat sehat, tetapi bahkan lebih menguntungkan untuk wanita hamil.
Di negara-negara tropis yang hangat, dan kelapa tersedia dengan mudah, dokter sering kali merekomendasikan minimum satu gelas air kelapa per hari untuk wanita hamil. Kelapa membantu menjaga kesehatan ibu dan pertumbuhan janin. Air kelapa tender (empuk atau muda) dikenal sebagai sumber terkaya elektrolit, oleh karena itu sangat dianjurkan bagi orang yang menderita penyakit apa pun. Air kelapa juga mengandung klorida, kalium, magnesium, moderat jumlah gula, natrium dan protein yang tinggi.

Beberapa manfaat dari air kelapa untuk wanita hamil adalah sebagai berikut:
- Air kelapa adalah minuman isotonik alami. Ini membantu dalam pengisian cairan dan hilangnya garam alami yang dilepaskan oleh tubuh.
- Air kelapa pada dasarnya bebas lemak dan dikenal sebagai minuman nol kolesterol. Kadar kolesterol yang baik dalam tubuh. Hal ini dapat membantu menjaga kadar kolesterol tinggi.
- Air kelapa sangat dikenal untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh. Karena air kelapa kaya dengan asam laurat yang digunakan tubuh untuk menghasilkan monolaurin yang dapat memerangi penyakit asam lemak turunan.
- Manfaat kesehatan lain dari air kelapa adalah bahwa dapat membantu mencegah dan mengobati mulas. Air kelapa secara efektif membantu membersihkan usus dan saluran pencernaan.
- Sebagian besar wanita menderita urinary tract infection infeksi saluran kemih. Air kelapa menjadi diuretik alami, dapat membantu meningkatkan aliran dan frekuensi urin.
- Air kelapa adalah sumber alami dan aman untuk hidrat tubuh, dan melancarkan pencernaan, dan juga merupakan bahan kimia gratis yang mengandung jumlah elektrolit yang tinggi.
- Air kelapa ringan dan bahkan dapat membantu dalam penurunan berat badan. Satu cangkir air kelapa hanya mengandung 46 kalori, air kelapa seperti 95 persennya adalah air.
- Air kelapa dapat membantu tubuh mengatur fungsi organ jantung dan tekanan darah karena kandungan potassium.
Air kelapa secara umum memiliki banyak manfaat kesehatan, dan merupakan sumber besar untuk mengisi kembali jumlah elektrolit tubuh, itulah sebabnya dianjurkan untuk mengkonsumsi bagi orang tua dan orang sakit.

http://www.ibubayi.com/
http://www.okbangetz.com/ 

Haus Berlebihan, Bahayakah?

Haus berlebihan merupakan gejala umum yang sering dikeluhkan anak. Tapi hal ini harus diwaspadai, karena haus berlebihan bisa jadi merupakan gejala penyakit serius.

Memang, haus berlebihan sering terjadi pada anak dan kebanyakan orangtua cenderung mengabaikan gejala-gejala tersebut. Para orangtua sering menganggap haus berlebihan karena anaknya terlalu aktif bermain di luar rumah, sehingga menyebabkan dehidrasi.

Namun, gejala ini mungkin lebih daripada yang terlihat. Haus berlebihan yang terjadi pada anak-anak bisa menjadi indikator yang mendasari gangguan atau penyakit serius.

Seperti dilansir dari Buzzle, Rabu (26/5/2010), berikut berbagai penyebab haus berlebihan yang terjadi pada anak:

1. Diabetes Mellitus


Salah satu penyebab paling umum kehausan berlebihan adalah diabetes. Diabetes mellitus ditandai oleh triad klasik polifagia (kelaparan yang berlebihan), polidipsia (haus yang berlebihan) dan poliuria (buang air kecil yang berlebihan).

Gejala-gejala ini terlihat karena kelebihan glukosa dalam aliran darah. Ini adalah diabetes tipe 1 yang terjadi pada anak-anak dan juga dikenal sebagai insulin dependent diabetes.

Hal ini terjadi karena insulin yang memproduksi sel-sel beta pada pulau Langerhans di pankreas dihancurkan, karena orang tidak cukup memproduksi insulin dalam tubuh.

Jenis diabetes ini juga dikenal sebagai juvenile diabetes (diabetes remaja), seperti yang terlihat pada anak-anak.

2. Diabetes insipidus

Diabetes insipidus adalah suatu kondisi yang mana terdapat kekurangan hormon anti-diuretik atau ketidakpekaan terhadap ginjalnya. Hormon anti-diuretik hormon yang bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal ke ginjal dan butuh menyerap air sebanyak mungkin.

Jadi, gejala orang yang menderita diabetes insipidus adalah sering buang air kecil pada anak. Hal ini menyebabkan hilangnya banyak cairan dari tubuh, yang pada gilirannya, menyebabkan rasa haus yang berlebihan pada anak.

3. Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu kondisi hilangnya banyak cairan dari tubuh. Salah satu penyebab paling umum dehidrasi pada anak adalah infeksi virus, yang menyebabkan demam tinggi, muntah dan diare. Apabila kondisi kekurangan cairan ini dibiarkan dalam beberapa hari maka dapat timbul dehidrasi berat yang memerlukan penanganan medis.

Penyebab lain dari dehidrasi anak seperti infeksi bakteri dan parasit, yang dapat menyebabkan hilangnya banyak cairan dalam bentuk diare.

4. Lemah jantung

Penyebab lain haus yang berlebihan pada anak seperti adanya gagal jantung kongestif, yaitu lemah jantung sehingga tidak dapat memompa darah dan oksigen.

Tidak cukupnya darah dan oksigen mencapai organ menimbulkan semacam upaya untuk anak pada tahap ini. Kadang-kadang, kurang volume darah dalam tubuh, yang dikenal sebagai hipovolemia, juga dapat menyebabkan rasa haus berlebihan.

5. Penyakit ginjal

Jika jumlah cairan yang masuk pada tubuh anak tidak sebanding dengan jumlah yang dikeluarkan melalui buang air kecil, maka kemungkinan anak akan menderita penyakit ginjal.

Ginjal memiliki sistem filtrasi alami. Bila terjadi gangguan pada ginjal, ginjal akan memproduksi banyak urine yang sangat encer. Hal ini karena ginjal tidak melakukan tugasnya dengan baik, yaitu mempertahankan dan menyerap air sebanyak mungkin.

Gejala lain penyakit ginjal seperti haus berlebihan, buang air berlebihan dan juga rasa terbakar di kandung kemih.


http://health.detik.com/
http://benpintermasak.blogspot.com/ 

Mangga Bakar Seafood


 
BAHAN :
Daging kepiting 500 gr
Udang kupas 500 gr
Mangga muda 1000 gr
Asparagus 1000 gr
Paprika Merah 300 gr
Kelapa parut 150 gr
Jamur hitam 150 gr
Daun ketumbar 50 gr
Ubi merah 2 kg
Daun kucai 50 gr
Beras 1 kg
Daun bawang 50 gr
Mangga pure 100 ml
Saus tomat 100 ml
Sampal hainan 50 ml
Lime juice 50 ml
Gula
Telur 5

CARA MEMBUAT :

1. Masak nasi hingga matang, kemudian masak menjadi nasi goreng jamur.
2. Kupas ubi merah, kemudian menjadi spiral panjang dengan menggunakan alat khusus, goreng menjadi bentuk keranjang.
3. Letakkan nasi goreng kedalam keranjang ubi.
4. Cincang udang dan daging kepiting. Campurkan dengan kelapa, mangga parut, daun ketumbar, jamur shitake dan bumbui dengan garam, merica, saus tiram, minyak wijen, jahe dan bawang putih
5. Bentuk bulat pipih kemudian panggang hingga matang.
6. Letakkan 3 buah diatas piring.
7. Tuangkan air, mangga pure, saus tomat, gula, lime juice dan garam kemudian masukkan paprika merah, asparagus, onion dan mangga muda.
8. Tuangkan saus diatas piring susun, mangga, perkedel dan nasi keranjang, hidangan siap disajikan.

http://resepmasakanindonesia.idcc.info/ 

Selat Solo

Bahan :
• 500 gr daging has dalam
• 2 sdm margarine
• 6 siung bawang merah, iris halus
• 4 sdm kecap manis
• 1 buah tomat, potong 8 bagian
• 1 cm kayumanis
• 2 buah cengkeh
• ½ butir pala
• Air secukupnya


Haluskan :
• 5 siung bawang putih
• 1 sdt merica bubuk
• ½ sdt garam

Saus :
• 4 butir kuning telur rebus, haluskan
• 15 gr margarin, lelehkan
• 3 sdm air jeruk nipis
• 1 sdm gula pasir
• 1 sdt garam

Pelengkap :
• 200 gr buncis, potong 3 cm, rebus sampai matang, angkat, tiriskan
• 200 gr wortel, potong 3 cm, rebus sampai matang, angkat, tiriskan
• 4 butir putih telur rebus, iris memanjang

Cara Membuat :
1. Lelehkan margarin, lalu tumis bawang merah dan bumbu halus sampai harum.
2. Masukkan daging, kecap manis, tomat, kayumanis, cengkeh, pala dan air.
3. Masak sampai daging matang dan bumbu meresap. Angkat.
4. Sajikan dengan saus dan pelengkap.

http://dhigo-resep-masakan.blogspot.com/ 

Mie Toprak Khas Solo

Bahan:
• 200 gram mi kuning
• 50 gram kol putih
• 5 buah tahu pong

Kuah:
• 2 sendok makan minyak untuk menumis
• 3 siung bawang putih, cincang halus
• 250 gram tetelan, dipotong-potong
• 1 liter air
• 1 sendok makan bawang goreng
• 1 tangkai seledri, diikat

Pelengkap:
• Sambal cabai rawit
• Kacang tanah goreng

Cara Membuat :
1. Tumis bawang putih sampai harum.
2. Masukkan tetelan. Aduk sampai berubah warna. Tuangkan air.
3. Rebus daging di dalamnya bersama seledri sampai daging matang.\
4. Tata mi kuning, kol putih, dan tahu dalam mangkuk.
5. Tuangkan kuah panas di atasnya.\
6. Sajikan setelah ditaburi kacang tanah, dan bawang goreng.
7. Jika suka, tambahkan sambal cabai rawit.

http://dhigo-resep-masakan.blogspot.com/ 

Putu Tegal



Bahan :
• 10 buah pisang raja yang tua
• 200 gr tepung ketan
• 60 cc air
• 1/2 butir kelapa setengah tua, parut memanjang
• 1/4 sdt garam
• Gula halus untuk taburan
• Daun pisang untuk alas.

Cara Membuat :
1. Belah pisang jadi 3, tata berjajar rapat di atas daun pisang yang di gelar di langseng.
2. Campurkan tepung ketan dengan 3 sdm kelapa parut, diperciki 60 cc air. aduk rata. Bentuknya bukan adonan yang bisa di pulung, tetapi tepung yang berbutir butir, hanya sekedar lembab saja.
3. Taburkan tepung ini merata di atas pisang, kira kira ketebalan hampir 1 cm.
4. Campur sisa kelapa parut + garam, aduk rata, taruh gundukan kelapa di atas adonan tepung tsb.
5. Kukus selama 25 menit.
6. Ambil dan sisihkan kelapa parut, potong2 putu tegal selebar 4X4 cm, gulingkan di atas kelapa parut.
7. Sajikan dengan gula halus.

http://dhigo-resep-masakan.blogspot.com/ 

Gudeg Daun Singkong Khas Yogyakarta


Bahan :
• Daun singkong 3 ikat
• Kelapa ½ butir
• Mentimun
• Telur
• Daging ayam, dadanya 1 potong







Bumbu :
• Bawang merah 2 buah
• Kemiri 3 biji
• Bawang putih 1 siung
• Ketumbar ½ sendok the
• Lada ½ sendok the
• Daun salam 2 lembar
• Sereh 1 batang
• Gula merah 1 sendok makan
• Laos 1 potong
• Garam 1 sendok makan
• Nasi

Cara Membuat :
1. Daun singkong direbus hingga masak.
2. Kelapa diparut, dibuat santan kental 2 gelas.
3. Daun singkong ditiriskan dan diperas.
4. Semua bumbu ditumbuk, kecuali salam, laos dan sereh.
5. Santan dipanaskan hingga mendidih.
6. Bumbu-bumbu dan daun singkong dimasukkan.
7. Dimasak terus sampai empuk.
8. Daging ayam digoreng.

http://dhigo-resep-masakan.blogspot.com/ 

Banana Poffertjes

150 gr tepung terigu
2 sdm gula pasir
1/2 sdt garam
1 sdt baking powder
3 kuning telur
3 putih telur, kocok kaku
200 ml susu cair
Isi:
5 bh pisang raja
100 gr keju parut





Campur tepung terigu, gula pasir, baking powder, kuning telur, garam, aduk rata hingga kalis, tambahkan susu cair sedikit demi sedikit aduk hingga adonan rata.
Masukkan putih telur kocok, aduk rata. Diamkan selama 10 menit.
Panaskan wajan poffertjes, olesi dengan margarin. Tuang satu sendok sayur ( tebal 1/2 cm ) dalam cetakkan. Setelah permukaan berlubang-lubang, beri potongan pisang, taburi dengan keju parut. Angkat.


Untuk 20 bh

http://resepsedap.com/ 

Peach Pudding

Bahan Lapisan I:
1 bks agar-agar putih bubuk
100 ml air buah peach
150 gr gula pasir
500 ml susu cair
2 kuning telur


Bahan Lapisan II:
1 bks agar-agar putih bubuk
150 gr gula pasir
600 ml air
200 gr buah peach, potong-potong
4 tetes pewarna kuning





 

Hiasan:
Whipping cream
Ceri merah
Daun mint


http://resepsedap.com/ 

Lyche Pudding

Lapisan I:
1 bks agar-agar putih bubuk
400 ml air
100 gr gula pasir
200 gr buah leci, belah dua


Lapisan II:
1/2 bks agar-agar putih bubuk
75 gr gula pasir
250 ml susu cair
2 tetes pewarna merah


Cara Membuat:
Siapkan dua loyang bentuk lonceng dengan diameter 10 cm dan diameter 20 cm, taruh loyang kecil di tengah loyang besar, basahi air, sisihkan.
Lapisan I: rebus agar-agar, air dan gula pasir hingga mendidih, angkat.
Tuang diantara loyang besar dan kecil hingga setengah cetakan, bekukan. Lalu susun buah leci mengelilingi loyang, tuang sisa lapisan I sedikit demi sedikit hingga menutupi leci, bekukan.
Lapisan II: rebus agar-agar, gula pasir, susu cair dan pewarna merah hingga mendidih, angkat.
Angkat perlahan-lahan loyang kecil, tuang sedikit demi sedikit lapisan II hingga setinggi lapisan I, bekukan. Keluarkan dari loyang, potong-potong.


Untuk 16 potong 

http://resepsedap.com/ 

Chocolate Cheese Cake

Bahan:
125 gr mentega
175 gr gula kastor
2 btr telur
3 sdm cokelat bubuk larutkan dengan 50 ml air panas
200 gr tepung terigu
1/2 sdt soda kue
1/2 sdt baking powder
 
Adonan Cokelat Putih:
125 gr krim keju
1 btr telur
1/2 sdt vanila
100 gr cokelat putih, tim hingga leleh
Olesan cokelat:
125 gr cokelat masak, tim hingga leleh
75 ml krim asam
75 gr gula halus


Cara Membuat:
Kocok mentega dan gula hingga gula larut, masukkan telur satu persatu, kocok hingga rata. Masukkan cokelat bubuk yang sudah dilarutkan, aduk rata, masukkan tepung terigu, aduk hingga rata.
Siapkan loyang bundar lubang tengah diameter 20 cm. Olesi margarin, taburi tepung terigu, tuang 2/3 bagian adonan cokelat, ratakan.
Adonan cokelat putih: kocok krim keju hingga lembut, masukkan telur, kocok rata, kemudian tuang cokelat putih leleh, aduk rata.
Tuang sisa adonan cokelat, ratakan. Panggang dalam oven panas dengan suhu 180 derajat celsius selama 40 menit. Angkat, dinginkan.
Olesan cokelat: aduk cokelat leleh dengan krim asam dan gula bubuk hingga licin.
Siram olesan cokelat ke atas permukaan cake hingga rata
Hias atas cake dengan cokelat putih leleh yang dimasukkan dalam kantong segitiga. Tambahkan hiasan dari cokelat.

Untuk: 12 potong

Puding Kastengles

200 gr whepped cream
2 sdm krim keju
1 sdm air jeruk lemon
Bahan II:
1 bh cake vanila
200 gr kastengeles, cincang kasar (kue kering keju yang biasa ada di supermarket)
1 klg manisan blue berry
50 ml sirup gula
plastik mika kue
Bahan III:
400 ml air
9 gr jelly bubuk
75 ml sirup orange
50 gr gula pasir
  • Cetak cake dengan plastik mika kemudian oles dengan sirup gula, lakukan hingga selesai kira-kira 10-12 bh.
  • Campur bahan I aduk rata, kemudian masukkan dalam plastik segitiga, gunting ujungnya sebesar kacang tanah, kemudian semprotkan selapis.
  • Letakkan blueberry selapis tutup dengan selapis lagi bahan I beri atasnya dengan kastengles lakukan sampai selesai.
  • Campur bahan III, panaskan kemudian siramkan diatasnya hingga penuh, masukkan dalam lemari es, setelah dingin hidangkan.
Untuk 12 buah

http://resepsedap.com/ 

Klappertart

Bahan
10 lembar roti tawar kupas
5 butir telur
200 gr gula
500 ml susu cair
100 gr keju parut
50 gram almond slice
50 gram kismis
3 sdm margarin,cairkan
1 buah kelapa muda
1 sdt bubuk cinnamon

Cara membuat
-Campur roti dan susu,aduk hingga roti hancur
-kocok lepas telur dan gula,campur ke adonan roti
-masukkan margarin cair,bubuk cinamon,kelapa muda dan kismis
-siapkan wadah tahan panas yang sudah dioles margarin
-tuang setengah bagian adonan
-tabur keju sampai merata
-tuang setengah adonan lagi
-tabur almond slice
-panggang hingga matang


Sebelum dipanggang


 

Setelah dipanggang

Roti Jala

Bahan

100 gram terigu
65 ml santan instan
135 ml air
1 butir telur --> kocok lepas
1 sdm margarin--> cairkan
1 sdt garam

Cara Membuat
Campurkan semua bahan, aduk hingga rata
Saring adonan agar tidak ada yang "grindil2"
Panaskan wajan teflon yang telah dioles margarin
Ambil 1 sendok sayur adonan
Tuang ke cetakan roti jala
Putar-putar cetakan roti jala di atas wajan teflon hingga membentuk adonan berjala di atas wajan
Angkat jika telah matang
Lipat sesuai selera

Roti jala ini paling enak dimakan dengan kari ayam atau kari kambing.

Kamis, 24 Februari 2011

Biduran ( Urticaria )

What are hives (urticaria)?

Hives (medically known as urticaria) are red, itchy, raised areas of skin that appear in varying shapes and sizes. They range in size from a few millimeters to several inches in diameter. Hives can be round, or they can form rings or large patches. Wheals (welts), red lesions with a red "flare" at the borders, are another manifestation of hives. Hives can occur anywhere on the body, such as the trunk, arms, and legs.
It is estimated that 5% of all people will develop urticaria at some point in their lives. Hives are more common in women than in men. Of those with chronic hives (those lasting six weeks or more), some 80% are idiopathic, the medical term which means that no cause, allergic or otherwise, can be found.
One hallmark of hives is their tendency to change size rapidly and to move around, disappearing in one place and reappearing in other places, often in a matter of hours. Individual hives usually last two to 24 hours. An outbreak that looks impressive, even alarming, first thing in the morning can be completely gone by noon, only to be back in full force later in the day. Very few, if any other skin diseases occur and then resolve so rapidly. Therefore, even if you have no evidence of hives to show the doctor when you get to the office for examination, he or she can often establish the diagnosis based upon the history of your symptoms. Because hives fluctuate so much and so fast, it is helpful to bring along a photograph of what the outbreak looked like at its worst.
Swelling deeper in the skin that may accompany hives is called angioedema. This may be seen on the hands and feet as well as on mucous membranes (with swelling of the lips or eyes that can be as dramatic as it is brief.)

What causes hives?

Hives are produced by histamine and other compounds released from cells called mast cells, which are a normal part of skin. Histamine causes fluid to leak from the local blood vessels, leading to swelling in the skin.
Hives are very common. Although they can be annoying, they usually resolve on their own over a period of weeks, and are rarely medically serious. Some hives are caused by allergies to such things as foods, medications, and insect stings, but the large majority of cases are not allergic, and no specific cause for them is ever found. Although patients may find it frustrating not to know what has caused their hives, maneuvers like changing diet, soap, detergent, and makeup are hardly ever helpful in preventing hives and for the most part are not necessary.
Having hives may cause stress, but stress by itself does not cause hives.
In rare cases (some hereditary, others caused by bee stings or drug allergy), urticaria and angioedema are accompanied by shock and difficulty breathing. This is called anaphylaxis. Ordinary hives may be widespread and disturbing to look at, but the vast majority of cases of hives do not lead to life-threatening complications.

What are the different kinds of hives?

Almost all hives fall into two categories: ordinary urticaria (ordinary hives) and physical urticaria (physical hives).

1. Ordinary urticaria (ordinary hives)


   Symptoms of ordinary hives

Ordinary hives flare up suddenly and usually for no specific reason. Welts appear, often in several places. They flare, itch, swell, and go away in a matter of minutes to hours, only to appear elsewhere. This sequence may go on from days to weeks. Most episodes of hives last less than six weeks. Although that cutoff point is arbitrary, hives that last more than six weeks are often called "chronic."

   Causes of ordinary hives

As noted above, many cases of ordinary hives are "idiopathic," meaning no cause is known. Others may be triggered by viral infections. A few may be caused by medications, usually when they have been taken for the first time a few weeks before. (It is uncommon for drugs taken continuously for long periods to cause hives or other reactions.) When a medication is implicated as a cause of hives, the drug must be stopped, since no skin or blood test will prove the connection. In most cases, drug-induced hives will go away in a few days. If a drug is stopped and the hives do not go away, this is a strong indication that the medication was not in fact the cause of the hives.
Some medications, like morphine, codeine, aspirin, and other nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs, such as ibuprofen [Advil]), cause the body to release histamine and produce urticaria through non-allergic mechanisms.
Despite the reputation hives have for being "allergic," when there is no obvious connection between something new that a person has been exposed to and the onset of hives, allergy testing is not usually helpful.

    Chronic hives
Chronic hives (defined as lasting six weeks or more) can last from months to years. Allergy testing and laboratory tests are hardly ever useful in such cases.

2. Physical urticaria (physical hives)

The term physical urticaria refers to hives produced by direct physical stimulation of the skin. By far the most common form is dermographia, which literally means "skin writing." This is an exaggerated form of what happens to anyone when their skin is scratched or rubbed: a red welt appears at the line of the scratch. In dermographia, raised, itchy red welts with adjacent flares appear wherever the skin is scratched or where belts and other articles of clothing rub against the skin, causing mast cells to leak histamine. Another common form of physically induced hives is called cholinergic urticaria. This produces hundreds of small, itchy bumps. These occur within 15 minutes of exercise or physical exertion, or a hot bath or shower, and are usually gone before a doctor can examine them. This form of hives happens more often in young people.
Other forms of physical hives are much less common. Triggers for these include cold, water, and sunlight.

What is the treatment for hives?

The goal of treating most cases of ordinary urticaria is to relieve symptoms while the condition goes away by itself. The most commonly used oral treatments are antihistamines, which help oppose the effects of the histamine leaked by mast cells. The main side effect of antihistamines is drowsiness.
Many antihistamines are available without prescription, such as diphenhydramine (Benadryl), taken in doses of 25 milligrams and chlorpheniramine (Chlor-Trimeton), taken in a dose of 4 milligrams. These can be taken up to three times a day, but because these medications can cause drowsiness, they are often taken at bedtime. Those who take them should be especially careful and be sure they are fully alert before driving or participating in other activities requiring mental concentration.
Loratadine (Claritin, 10 milligrams) is available over the counter and is less likely to cause drowsiness. Also approved for over-the-counter use is cetirizine (Zyrtec, 10 milligrams), which is mildly sedating. Some antihistamines are available in combination preparations with decongestant medication (Claritin-D, Zyrtec-D). The decongestant component is not needed to treat hives.
Antihistamines that require a prescription include hydroxyzine (Atarax, Vistaril) and cyproheptadine, both of which tend to cause drowsiness. Prescription antihistamines that cause little sedation are fexofenadine (Allegra) and levocetirizine (Xyzal). Sometimes physicians combine these with other types of antihistamines called H2 blockers, such as ranitidine (Zantac) and cimetidine (Tagamet). This antihistamine list is not exhaustive. Physicians individualize treatment plans to suit specific patients and modify them depending on the clinical response.
Oral steroids (prednisone, [Medrol]) can help severe cases of hives in the short term, but their usefulness is limited by the fact that many cases of hives last too long for steroid use to be continued safely. Other treatments have been used for urticaria as well, including montelukast (Singulair), ultraviolet radiation, antifungal antibiotics, agents that suppress the immune system, and tricyclic antidepressants (amitriptyline [Elavil, Endep], nortriptyline [Pamelor, Aventyl], doxepin [Sinequan, Adapin]). Evidence to support the benefit of such treatments is sparse. In ordinary cases, they are rarely needed.
Topical therapies for hives include creams and lotions which help numb nerve endings and reduce itching. Some ingredients which can accomplish this are camphor, menthol, diphenhydramine, and pramoxine. Many of these topical preparations require no prescription. Cortisone-containing creams (steroids), even strong ones requiring a prescription, are not very helpful in controlling the itch of hives.

Conclusion

To know exactly what kind of hives you have, or to learn more about research into the immune basis of hives or about rarer forms of this condition, you should consult your physician. It is important, however, to keep in mind that most cases of this common disorder represent either ordinary urticaria or physical urticaria, which are annoying but not serious or allergic, and almost always temporary.
Hives At A Glance
  • Hives (medically known as urticaria) are red, itchy, raised areas of skin that appear in varying shapes and sizes.
  • Hives are very common and most often are not associated with a known cause.
  • Hives can change size rapidly and to move around, disappearing in one place and reappearing in other places, often in a matter of hours.
  • Ordinary hives flare up suddenly and usually for no specific reason.
  • Physical hives are hives produced by direct physical stimulation of the skin.
  • Treatment of hives is directed at symptom relief while the condition goes away on its own.
  • Antihistamines are the most common treatment for hives.
  • Hives typically are not associated with long-term or serious complications.
Additional resources from WebMD Boots UK on Hives
REFERENCE:

Bolognia, Jean L., Joseph L. Jorizzo, and Ronald P. Rapini. Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby, 2008.


















                                                                                                       

Jadilah Bidadari di Hatinya

Berhias Untuknya

Saudariku,
Pada saatnya nanti kan tiba, engkau akan menjadi istri -Insya Allah-. Atau bahkan sekarang ini pun engkau sudah menjadi istri. Dan sudah barang tentu engkau pasti ingin menjadi wanita shalihah lagi berakhlak karimah. Ciri khas wanita shalihah yaitu wanita yang selalu berusaha merebut hati, mencari cinta suami, selalu mengharap ridha suaminya agar mendulang pahala, demi meretas jalan menuju Al-Firdaus Al-A’la…di sanalah, dia akan berharap bisa menjadi “permaisuri” suaminya ketika di dunia.
Lalu, lewat jalan manakah hati seorang lelaki akan terebut…dan ridhanya pun menyambut, sehingga dua jiwa dalam satu cinta akan bertaut?

Saudariku…Bunga-bunga cinta suami dapat mekar bersemi,
Harum semerbak mewangi di taman hati,
Jika ia senantiasa disirami



Manis ucapan, santun perkataan, lembut perlakuan, dan baiknya pergaulan seorang wanita akan menjadi siraman yang dapat menumbuhkan benih-benih cinta di hati sanubari sang suami. Dan bukan hal yang mustahil, karena akhlakmulah, duhai wanita…hati suami pun akan mencinta.
Agar memiliki akhlak wanita yang mulia, seorang wanita seyogyanya berkiblat pada figur wanita abadi nan sempurna. Sosoknya banyak digambarkan dengan parasnya yang sungguh sangat cantik jelita. Kiranya engkau pun tahu…karena dia adalah…bidadari surga.
Bidadari surga teramat istimewa, wanita yang Allah ciptakan dengan penuh kesempurnaan yang didambakan pria. Dengan segala keistimewaan yang ada dalam dirinya, kiranya itu menjadi tantangan bagi wanita dunia untuk bisa berusaha menyamai karakteristik bidadari surga. Menyinggung soal karakteristik, tentunya wanita dunia tidak akan mampu bersaing dengan bidadari dalam urusan fisik, dan yang bisa kita contoh adalah ciri khas akhlaknya. Baiklah, mari kita bersama-sama telusuri tabiat yang khas dari bidadari surga.

Cantik Parasnya, Baik Akhlaknya, dan Harum Bau Tubuhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan keelokan dan kecantikan yang sungguh sempurna, sebagaimana yang tergambar dalam ayat berikut,
وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ
Dan Kami pasangkan mereka dengan bidadari – bidadari yang cantik dan bermata jelita. ” (Qs. Ath-Thur: 20) – bagian yg berwarna sebaiknya dibuang, agar sesuai dg terjemahannya
Huur ( حور) adalah bentuk jamak dari kata haura (حوراء ) yaitu wanita muda usia yang cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji matanya sangat hitam.
Hasan berkata, “Al-Haura (الحوراء )adalah wanita yang bagian putih matanya amat putih dan biji matanya sangat hitam.”
Zaid bin Aslamberkata, “Al-Haura adalah wanita yang matanya amat putih bersih dan indah.”
Muqatilberkata, “Al-Huur adalah wanita yang wajahnya putih bersih.”
Mujahid berkata, “Al-Huur Al-’Iin (الحور العين ) adalah wanita yang matanya sangat putih dan sumsum tulang betisnya terlihat dari balik pakaiannya. Orang bisa melihat wajahnya dari dada mereka karena dada mereka laksana cermin.”

Seorang penyair berkata,
Mata yang sangat hitam di ujungnya telah membunuh kita
Lalu tak menghidupkan kita lagi

Menaklukkan orang yang punya akal hingga tak bergerak
Dan mereka ialah makhluk Allah yang paling indah pada manusia


Benarlah memang, karena wanita juga akan tampak terlihat lebih menawan jika ia bermata indah, dengan kelopak mata yang lebar, berbiji mata hitam dikelilingi warna putih lagi bersih.
فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ
Di dalam surga – surga ada bidadari – bidadari yang baik – baik lagi cantik – cantik.”. (Qs. Ar-Rahman: 70)

Khairaatun ( خَيْرَاتٌ ) adalah jamak dari kata khairatun, sedangkan hisaan adalah bentuk jamak dari hasanatun ( حسنة). Maksudnya, bidadari – bidadari tersebut baik akhlaknya dan cantik wajahnya. Beruntunglah seorang pria yang diberi anugrah wanita secantik akhlak bidadari surga. Perhatikan dan tanyakan pada diri kita…
Apakah kita sudah sepenuhnya memenuhi hak-hak suami, memuliakannya dengan sepenuh hati dan segenap jiwa? Apakah kita sudah berterima kasih atas kebaikannya? Pernahkah kita menyakitinya dengan sadar atau tidak??

Duhai istri…Suami yang beriman merupakan orang yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan marah jika engkau menghina dan menyakiti lelaki yang memiliki kedudukan yang mulia di sisiNya. Sebagai gantinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menugaskan para bidadari untuk menjunjung kemuliaan suami-suami mereka di dunia ketika para istri menyakiti mereka - sekalipun sedikit - di dunia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, melainkan istri suami tersebut yang berasal dari kalangan bidadari akan berkata, ‘Jangan sakiti dia! Semoga Allah mencelakakanmu, sebab dia berada bersamamu hanya seperti orang asing yang akan meninggalkanmu untuk menemui kami.” (Hr. Tirmidzi dan Ahmad. Menurut Imam Tirmidzi, ini hadits hasan)
Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu’anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sekiranya ada seorang wanita penghuni surga, yang menampakkan dirinya ke bumi, niscaya ia akan menerangi kedua ufuknya serta memenuhinya dengan semerbak aroma. Kerudungnya benar-benar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (Hr. Bukhari)

Saudariku, sebagaimana kita ketahui…kecantikan paras wanita dunia seperti kita sangatlah minim jika dibandingkan kecantikan paras bidadari surga. Kita niscaya tidak akan mampu menandingi kecantikan mereka, namun apakah kita harus bersedih? Sama sekali tidak!
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang beraneka rupa, sebagai tanda dari kehendak dan kekuasaanNya. Maka terimalah apapun yang telah Ia karuniakan bagimu, karena itu yang terbaik untukmu. Meskipun wajah kurang cantik dan fisik kurang menarik, janganlah takut untuk tidak dicinta. Berhiaslah dan percantiklah dirimu dengan hal – hal yang Allah halalkan, karena istri shalihah bukan hanya yang tekun beribadah saja, namun seorang istri yang bisa menyenangkan hati suami ketika suami memandangnya.
Saudariku… Dan apakah kau lupa, fitrahmu sebagai wanita yang tentu suka akan perhiasan? Perhiasan terkait dengan makna keindahan, sehingga seorang perempuan shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi suaminya… karena wanita adalah salah satu sumber kebahagiaan lelaki. Apabila seorang istri senantiasa melanggengkan berhias dan mempercantik diri di hadapan suami, itu akan menjadi hal yang menambah keintiman hubungannya dengan suami. Sang Suami pun tentu akan semakin cinta pada istri pujaan hatinya insyaallah.
Bagi saudari-saudariku pada umumnya serta saudara-saudaraku pada khususnya, enak dipandang dan menyenangkan hati bukan berarti harus cantik sekali bukan? Dan berhias pun tidak harus menggunakan aksesori yang terlalu mahal . Lalu bagaimana jika Allah menentukan engkau mendampingi lelaki yang secara materi belum mampu “madep mantep“? (baca: hanya cukup untuk membiayai kebutuhan pokok)
Aku ingatkan engkau pada nasihat para pendahulu kita kepada putrinya…
Abul Aswad berkata pada putrinya, “Janganlah engkau cemburu, dan sebaik-baik perhiasan adalah celak. Pakailah wewangian, dan sebaik – baik wewangian adalah menyempurnakan wudhu.”
Ketika Al-Farafisah bin Al-Ahash membawa putrinya, Nailah, kepad Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, dan Beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dengan ucapannya, “Wahai putriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy yang lebih mampu untuk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua hal ini: bercelaklah dan mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana yang terguyur hujan.”
Memang tubuhmupun dicipta tiada bercahaya dan harum mewangi laksana bidadari, namun engkau tentu bisa memakai wewangian yang disukai suamimu ketika engkau berada di kediamanmu bersamanya, dengan begitu penampilanmu tambah terlihat menawan dipandang mata.

Menjaga Pandangan

Berkulit Mulus dan Bertubuh Molek
Allah Ta’ala berfirman,
كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ
Seakan – akan para bidadari itu permata yaqut dan marjan” (Qs. Ar-Rahman: 58)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Salah satu wanita surga, sungguh dapat dilihat putih betisnya dari balik tujuh puluh pakaian. Hal ini karena Allah berfirman, “Mereka bagaikan Yaqut dan Marjan.” Beliau melanjutkan, “Yaqut adalah batu. Kalau saja kawat dimasukkan ke dalamnya, kemudian kamu menjernihkanny, pasti kamu bisa melihat kawat dari balik batu tersebut.” (Hr. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban, di dalam Al Jami’)
Pada masa modern seperti ini industri kaca, kristal, batu mulia sudah lah maju dengan pesatnya, dan dalam ayat tersebut Allah menggambarkan keadaan bidadari laksana dua jenis batu mulia yang menunjukkan keelokan mereka yang memikat, kemurnian Yaqut dan keputihan Marjan. Sudah selayaknya makhluk seperti bidadari ini diciptakan dari zat yang murni, jernih, lembut, sesuai dengan kemolekan dan kecantikan yang sungguh sangat menakjubkan. Dengan gambaran seperti itu tentulah lelaki penghuni surga dibuat terkesima melihat betapa berkilau dan bersinarnya tubuh bidadari.
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Masing – masing dari mereka mendapatkan dua orang istri (bidadari) yang tulang kedua kaki mereka dapat terlihat dari balik daging mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketebalan daging yang transparan pada bidadari menunjukkan kekhususan dan perbedaan antara daging bidadari dan daging wanita dunia. Bagaimana tidak?daging bidadari yang transparan itu menunjukkan betapa bening daging tubuh bidadari. Disebutkan juga bahwa tubuh yang transparan itu bercampur dengan warna putih hingga membuat tubuhnya menjadi putih, bening, indah, dan cantik jelita. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ
Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” (Qs. Ash-Shaffat: 49)
Orang Arab mengenal telur yang tersimpan dengan baik itu adalah telur burung unta yang terpendam dalam pasir. Warnanya putih dan tidak ada yang melebihi putihnya. Ciri yang transparan dan bening ini dilukiskan dalam Al-Qur’an dengan ungkapan Yaqut, Marjan, Al-Lu’lu Al-Maknuun, Baidhun Maknuun.

Tidak Liar Pandangannya
Allah Ta’ala berfirman,
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya.” (Qs. Ar-Rahman: 56)
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ عِينٌ
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya dan matanya jelita.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ أَتْرَابٌ
“Dan pada sisi mereka ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya dan sebaya umurnya.” (Qs. Shad: 52)
Wanita dunia yang menyakiti suaminya dengan memandang lelaki selain suaminya, dan menikmati pandangan tersebut menunjukkan kekurangan dan kehinaannya. Maka Allah pun mengganti wanita yang demikian dengan bidadari-bidadari yang sempurna lagi istimewa bagi hambaNya yang shalih, yang mana bidadari-bidadari tersebut hanya menujukan pandangannya terhadap suami-suami mereka. Terdapat point penting yang bisa kita ambil dari sini, yakni:
  1. Ayat ini menjelaskan tentang keutamaan bidadari yang menunjukkan pandangannya hanya bagi suaminya. Mereka terbiasa untuk tidak melihat ke lelaki lain kendatipun mereka memiliki mata jelita, dan satu-satunya pemandangan yang mereka lihat hanyalah suami-suami mereka. Ya, karena di mata mereka…suami merekalah yang paling tampan. Saudariku…ingin kubertanya padamu, sudahkah engkau menunjukkan pandangan penuh kasih sayang, kerinduan dan cinta hanya bagi suamimu? Bagaimana dengan keadaan suami dalam pandangan matamu, wahai saudariku?
  2. Ayat ini menjelaskan bahwa para bidadari itu sangat mencintai suami mereka. Bahkan mereka “menutup mata” kepada lelaki lain untuk selama-selamanya. Pandangan, hati, cinta, bahkan dirinya hanya ditujukan bagi suami mereka. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang yang hidup dengan penuh rasa cinta yang mendalam kepada Sang Suami, seperti kedalaman cinta Qais pada Laila. Karena cinta yang mendalam dapat menjadikan seseorang hanya melihat kepada orang yang ia cintai.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung..” (Qs. An-Nuur: 31)

Dan alangkah indahnya perkataan penyair,
“Segala peristiwa berawal dari pandangan mata
Jilatan api bermula dari setitik bara
Berapa banyak pandangan yang membelah hati
Laksana anak panah yang melesat dari tali”


Mata ibarat duta, sedangkan hati sebagai rajanya. Betapa banyak cinta itu bermula, hanya karena pandangan mata yang sungguh sangat menggoda yang lambat laun bergerak menjalar dan mengakar di dalam dada. Maka, jika kau biarkan matamu memandang liar kepada lelaki yang tiada halal bagimu, yakinkah engkau masih mampu mempertahankan sebentuk cinta dalam hati bagi suamimu?!

Terjaga Kesuciannya

Dipingit dalam Kemah-Kemah yang Terjaga Kesuciannya

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah-kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)
Begitulah gambaran tentang terjaganya kesucian bidadari. Coba kita bayangkan dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan dirimu…sudahkah kita sudah meniru akhlak wanita utama pendahulu kita yang shalihah? Tidaklah mereka keluar melainkan hanya untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Bidadari adalah makhluk yang teristimewa, maka tidaklah heran jika dia wanita yang sangat terjaga. Ingatkah kau zaman nenek moyang kita dahulu…tentang cerita wanita pemalu yang dipingit di dalam rumahnya, wanita yang terjaga dan menjaga dirinya? Begitulah gambaran bidadari yang hanya berada di dalam tempat kediamannya. Coba kita bayangkan dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan dirimu…apakah kita sudah meniru akhlak wanita shalihah pendahulu kita yang hanya keluar untuk sekadar mencukupi kebutuhan mereka saja? Perhatikanlah kembali firman Allah Ta’ala dalam kitabNya,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dulu. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. ” (Qs. Al-Ahzab: 33)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha berkata, “Saudah binti Zam’ah radhiyallahu’anha keluar pada suatu malam setelah turunnya perintah berhijab. Dia seorang wanita yang bertubuh besar sehingga tidak sulit bagi orang untuk mengenalinya. Lalu Umar melihatnya maka Umar radhiyallahu’anhu berkata, “Wahai Saudah, Demi Allah engkau tidak asing bagi kami. Lihatlah, bagaimana engkau bisa keluar?” Lalu ‘Aisyah berkata, “Maka Saudah pun berbalik pulang. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam berada di rumahku sedang makan malam. Di tangannya ada daging. Maka Saudah pun masuk kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya keluar rumah untuk memenuhi keperluanku. Lalu Umar berkata begini dan begitu.” ‘Aisyah berkata, “Maka Allah mewahyukan kepada beliau dan daging masih di tangannya, beliau tidak meletakkannya. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Telah diizinkan bagi kalian kaum wanita keluar untuk keperluan dan kebutuhan kalian.” (HR. Bukhari)
Ya…wanita memang tidak diharamkan keluar rumah, namun janganlah hanya untuk hal yang tidak perlu kita lalu bermudah-mudahan berkeliaran di luar sana, bahkan berdesak-desakan dengan lelaki asing untuk urusan yang kurang perlu. Kita lihat wanita masa kini, mereka seringkali terlihat berlalu lalang di sekitar pusat perbelanjaan untuk alasan “sekadar jalan-jalan”, duduk-duduk di cafe, berkeluyuran tidak karuan di tempat-tempat umum dan berbagai macam aktivitas yang kurang pantas dilakukan oleh wanita yang ingin terjaga ‘iffahnya.
Wanita dengan segala aktivitasnya di rumah yang boleh dibilang monoton, memang sesekali pasti merasa bosan tinggal di rumah dan butuh penyegaran suasana. Suami yang baik tentunya akan mengerti, memahani dan mengambil solusi yang bijak atas keadaan yang dialami sang istri, agar dia tidak keluyuran di luar rumah untuk sekadar mencari suasana baru.
Allah Ta’ala berfirman,
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (Qs. Ar-Rahman: 74)
Keadaan bidadari yang tiada pernah disentuh oleh seorangpun sebelum suaminya menghasilkan puncak kebahagiaan suami-suaminya terhadap mereka. Sesungguhnya kebahagiaan lelaki terhadap seorang wanita yang tidak pernah disentuh oleh siapapun memberikan arti tersendiri.
Penjagaan Allah atas diri bidadari menunjukkan kemuliaan bidadari. Dan bentuk penjagaan diri ini sudah sepantasnya ditiru oleh wanita dunia agar wanita dunia senantiasa terjaga kemuliaannya. Kemuliaan dan kedudukan yang paling tinggi dan luhur dari seorang wanita ialah…jika sifat malunya tidak dinodai oleh makhluk. Tak didekati manusia serta tak seorangpun menjamah tubuhnya, baik menyetubuhi ataupun hanya melihatnya, kecuali oleh suami yang menikahi dan berhak atas dirinya.
 
Penuh Cinta dan Kasih

Allah Ta’ala berfirman,
فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36) عُرُبًا أَتْرَابًا (37)
Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Qs. Al-Waqi’ah: 36-37)
Ibnul A’rabi berkata, “Al-’Urubu min An-Nisaa’i” ( العرب من النساء) maksudnya wanita yang patuh kepada suaminya dan memperlihatkan cintanya kepadanya.
Tentang penafsiran ‘urub (عرب ) para ahli tafsir menyebutkan bahwa wanita-wanita tersebut sangat mencintai suaminya, sayang dan manja kepada suami, membuat suami cinta kepadanya, membuat nafsu syahwat suaminya bergelora kepadanya dan membuat suami berdandan karenanya.
Bukhari dalam Shahihnya berkata, ” ‘Uruban (عربا ) adalah wanita yang amat cinta pada suaminya.”
Seorang wanita shalihah cerminan dari pribadi yang penuh kasih dan cinta pada suaminya. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mencintai pria lain…sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Istri-istri kalian akan menjadi penghuni surga yang sangat mencintai, yang jika dia disakiti dan menyakiti maka dia segera datang kepada suaminya, dia letakkan tangannya di atas telapak tangan suaminya, seraya berucap, “Saya tidak dapat tidur sampai engkau meridhaiku.” (HR. Thabrani)

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menganjurkan kepada laki-laki yang akan menikah untuk mencari wanita yang penyayang dan berbelas kasih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Nikahilah wanita yang penyayang dan berpotensi beranak banyak, karena aku akan membanggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain di hari kiamat” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Di antara bentuk cinta dan kasih kepada suami adalah bertutur kata dengan manis, lembut dan mesra, karena manisnya tutur kata wanita dapat memikat dan mempesonakan hati lelaki. Apa engkau tidak ingin kata-katamu laksana tetesan air yang begitu menyejukkan di tengah gurun pasir nan tandus lagi gersang bagi suamimu? Saudariku…sesungguhnya lelaki membutuhkan ketenangan dan ketentraman di dalam jiwanya. Dia membutuhkan terpal yang dapat membuatnya teduh…ke manakah lagi kiranya dia akan mencari keteduhan hati jika tidak pada dirimu?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Renungkan…perkataan yang baik adalah sedekah, siapakah yang lebih pantas untuk mendapatkan kebaikan kata-katamu yang memikat jika bukan suami yang mendampingi hidupmu?!
Mari kita lihat di antara sifat bidadari yang paling baik adalah gaya bahasa yang memikat saat ia mendekati suaminya, ia menyayangi sebagaimana ibu yang menyayangi anaknya, ia menggoda suaminya dengan parasnya yang cantik jelita.

Bersuara Merdu
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” Sesungguhnya istri-istri penghuni surga bernyanyi untuk suami-suami mereka dengan suara yang paling bagus yang tidak pernah didengar oleh seorangpun. Di antara lagu yang mereka nyanyikan ialah ‘Kami adalah bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik, istri-istri kaum yang mulia.’ Mereka memandang dengan kegembiraan. Di antara nyanyian mereka lagi ialah ‘Kami kekal tidak akan pernah mati, kami setia tidak akan pernah berkhianat, dan kami bermukim tidak kan pernah bepergian.” (Shahih Al Jami’ Ash-Shaghir)
Sebagaimana manusia tertarik dengan suara yang indah, Allah dengan kekuasaanNya menjadikan suara yang indah dan menggembirakan sebagai salah satu kesenangan surga yang tidak akan sirna dan tak ada habis-habisnya.
Ketika kita melihat pada realita yang ada, tiap manusia dianugrahi warna suara yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, ada yang terlahir dengan suaranya yang syahdu, ada pula yang kurang syahdu. Akan tetapi, pelajaran yang bisa kita petik dari sini yakni, hendaknya kita berusaha memperelok nada bicara kita di depan suami kita. Meskipun suara kita hanya bermodal pas-pasan saja.
Saudariku…Mulailah dari sekarang, karena belum terlambat untuk menjadi laksana bidadari dalam hidup suami. Dengan melihat karakteristik sang bidadari, seharusnya hal tersebut menjadi cermin akhlak bagi setiap wanita dunia. Bidadari adalah makhluk yang tercipta mirip dengan bangsamu, duhai wanita…
Maka dari itu, berusahalah agar engkau bisa meneladani kecantikan akhlaknya, berlombalah, dan bersegeralah dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Wahai orang yang memanggil dan mencari bidadari, agar dapat bercumbu dengannya di taman-taman surgawi
Andaikan kau tahu siapa yang kau seru, tentu kau tak kan diam saja membisu
Andaikan kau tahu di mana dia berada, kau kan berusaha sekuat tenaga
Segeralah dan tapaki jalan menuju ke sana, karena jalan yang kau tempuh tak lama lagi kan tiba
Bercintalah dan berbicaralah dalam kalbu, persiapkan maskawin selagi kau mampu untuk itu
Jadikan puasamu sebagai bekal untuk pertemuan, malam pertama adalah malam yang fitri setelah Ramadhan
Harapkan keindahan dan kecantikannya yang memikat, hampirilah sang kekasih dan jangan kau terlambat!”
Wahai lelaki dunia…
Cintailah istri shalihah yang tiada sempurna
Dengan cinta yang nyaris sempurna*
Menikahinya akan menghantarkanmu bersanding dengan bidadari di surgaNya yang sempurna
*) karena kesempurnaan cinta yang hakiki hanya pantas ditujukan bagi Rabbul A’la, maka dari itulah penulis menggunakan kata “nyaris”.

***
Artikel muslimah.or.id
Penulis: Fatihdaya Khairani
Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits
Maraji’:
  1. Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.
  2. Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.
  3. Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.
  4. Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.
  5. Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.
  6. Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.
  7. Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.
http://muslimah.or.id/ 

Rabu, 23 Februari 2011

Hyperthyroidism

What is hyperthyroidism?

Hyperthyroidism is a condition in which an overactive thyroid gland is producing an excessive amount of thyroid hormones that circulate in the blood. ("Hyper" means "over" in Greek). Thyrotoxicosis is a toxic condition that is caused by an excess of thyroid hormones from any cause. Thyrotoxicosis can be caused by an excessive intake of thyroid hormone or by overproduction of thyroid hormones by the thyroid gland. Because both physicians and patients often use these words interchangeably, we will take some liberty by using the term "hyperthyroidism" throughout this article.


What are thyroid hormones?

Thyroid hormones stimulate the metabolism of cells. They are produced by the thyroid gland. The thyroid gland is located in the lower part of the neck, below the Adam's apple. The gland wraps around the windpipe (trachea) and has a shape that is similar to a butterfly formed by two wings (lobes) and attached by a middle part (isthmus).
The thyroid gland removes iodine from the blood (which comes mostly from a diet of foods such as seafood, bread, and salt) and uses it to produce thyroid hormones. The two most important thyroid hormones are thyroxine (T4) and triiodothyronine (T3) representing 99.9% and 0.1% of thyroid hormones respectively. The hormone with the most biological activity (for example, the greatest effect on the body) is actually T3. Once released from the thyroid gland into the blood, a large amount of T4 is converted to T3 - the more active hormone that affects the metabolism of cells.
Thyroid Gland illustration - Hyperthyroidism 
 
 
 

Thyroid hormone regulation--the chain of command

The thyroid itself is regulated by another gland located in the brain, called the pituitary. In turn, the pituitary is regulated in part by thyroid hormone that is circulating in the blood (a "feedback" effect of thyroid hormone on the pituitary gland) and in part by another gland called the hypothalamus, also a part of the brain.

The hypothalamus releases a hormone called thyrotropin releasing hormone (TRH), which sends a signal to the pituitary to release thyroid stimulating hormone (TSH). In turn, TSH sends a signal to the thyroid to release thyroid hormones. If overactivity of any of these three glands occurs, an excessive amount of thyroid hormones can be produced, thereby resulting in hyperthyroidism.
Hypothalamus - TRH
arrow down
Pituitary- TSH
arrow down
Thyroid- T4 and T3


The rate of thyroid hormone production is controlled by the pituitary gland. If there is an insufficient amount of thyroid hormone circulating in the body to allow for normal functioning, the release of TSH is increased by the pituitary in an attempt to stimulate the thyroid to produce more thyroid hormone. In contrast, when there is an excessive amount of circulating thyroid hormone, the release of TSH is reduced as the pituitary attempts to decrease the production of thyroid hormone.

Illustration of the Pituitary Gland

What causes hyperthyroidism?

Some common causes of hyperthyroidism include:
  • Graves' Disease
  • Functioning adenoma ("hot nodule") and toxic multinodular goiter (TMNG)
  • Excessive intake of thyroid hormones
  • Abnormal secretion of TSH
  • Thyroiditis (inflammation of the thyroid gland)
  • Excessive iodine intake
Graves' Disease
Graves' disease, which is caused by a generalized overactivity of the thyroid gland, is the most common cause of hyperthyroidism. In this condition, the thyroid gland usually is renegade, which means it has lost the ability to respond to the normal control by the pituitary gland via TSH. Graves' disease is hereditary and is up to five times more common among women than men. Graves' disease is thought to be an autoimmune disease, and antibodies that are characteristic of the illness may be found in the blood. These antibodies include thyroid stimulating immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), and TSH receptor antibodies. The triggers for Grave's disease include:
  • stress,
  • smoking,
  • radiation to the neck,
  • medications, and
  • infectious organisms such as viruses.
Graves' disease can be diagnosed by a standard, nuclear medicine thyroid scan which shows diffusely increased uptake of a radioactively-labeled iodine. In addition, a blood test may reveal elevated TSI levels.
Grave's disease may be associated with eye disease (Graves' ophthalmopathy) and skin lesions (dermopathy ). Ophthalmopathy can occur before, after, or at the same time as the hyperthyroidism. Early on, it may cause sensitivity to light and a feeling of "sand in the eyes." The eyes may protrude and double vision can occur. The degree of ophthalmopathy is worsened in those who smoke. The course of the eye disease is often independent of the thyroid disease, and steroid therapy may be necessary to control the inflammation that causes the ophthalmopathy. In addition, surgical intervention may be required. The skin condition (dermopathy) is rare and causes a painless, red , lumpy skin rash that appears on the front of the legs.
Functioning Adenoma and Toxic Multinodular Goiter
The thyroid gland (like many other areas of the body) becomes lumpier as we get older. In the majority of cases, these lumps do not produce thyroid hormones and require no treatment. Occasionally, a nodule may become "autonomous," which means that it does not respond to pituitary regulation via TSH and produces thyroid hormones independently. This becomes more likely if the nodule is larger that 3 cm. When there is a single nodule that is independently producing thyroid hormones, it is called a functioning nodule. If there is more than one functioning nodule, the term toxic, multinodular goiter is used. Functioning nodules may be readily detected with a thyroid scan.
Excessive intake of thyroid hormones
Taking too much thyroid hormone medication is actually quite common. Excessive doses of thyroid hormones frequently go undetected due to the lack of follow-up of patients taking their thyroid medicine. Other persons may be abusing the drug in an attempt to achieve other goals such as weight loss. These patients can be identified by having a low uptake of radioactively-labelled iodine (radioiodine) on a thyroid scan.
Abnormal secretion of TSH
A tumor in the pituitary gland may produce an abnormally high secretion of TSH (the thyroid stimulating hormone). This leads to excessive signaling to the thyroid gland to produce thyroid hormones. This condition is very rare and can be associated with other abnormalities of the pituitary gland. To identify this disorder, an endocrinologist performs elaborate tests to assess the release of TSH.
Thyroiditis (inflammation of the thyroid)
Inflammation of the thyroid gland may occur after a viral illness (subacute thyroiditis). This condition is association with a fever and a sore throat that is often painful on swallowing. The thyroid gland is also tender to touch. There may be generalized neck aches and pains. Inflammation of the gland with an accumulation of white blood cells known as lymphocytes (lymphocytic thyroiditis) may also occur. In both of these conditions, the inflammation leaves the thyroid gland "leaky," so that the amount of thyroid hormone entering the blood is increased. Lymphocytic thyroiditis is most common after a pregnancy and can actually occur in up to 8% of women after delivery. In these cases, the hyperthyroid phase can last from 4 to 12 weeks and is often followed by a hypothyroid (low thyroid output) phase that can last for up to 6 months. The majority of affected women return to a state of normal thyroid function. Thyroiditis can be diagnosed by a thyroid scan.
Excessive iodine intake
The thyroid gland uses iodine to make thyroid hormones. An excess of iodine may cause hyperthyroidism. Iodine-induced hyperthyroidism is usually seen in patients who already have an underlying abnormal thyroid gland. Certain medications, such as amiodarone (Cordarone), which is used in the treatment of heart problems, contain a large amount of iodine and may be associated with thyroid function abnormalities.

What are the symptoms of hyperthyroidism?

Hyperthyroidism is suggested by several signs and symptoms; however, patients with mild disease usually experience no symptoms. In patients older than 70 years, the typical signs and symptoms also may be absent. In general, the symptoms become more obvious as the degree of hyperthyroidism increases. The symptoms usually are related to an increase in the metabolic rate of the body.
Common symptoms include:
In older patients, irregular heart rhythms and heart failure can occur. In its most severe form, untreated hyperthyroidism may result in "thyroid storm," a condition involving high blood pressure, fever, and heart failure. Mental changes, such as confusion and delirium, also may occur.


How is hyperthyroidism diagnosed?

Hyperthyroidism can be suspected in patients with:
  • tremors,
  • excessive sweating,
  • smooth velvety skin,
  • fine hair,
  • a rapid heart rate, and
  • an enlarged thyroid gland.
There may be puffiness around the eyes and a characteristic stare due to the elevation of the upper eyelids. Advanced symptoms are easily detected, but early symptoms, especially in the elderly, may be quite inconspicuous. In all cases, a blood test is needed to confirm the diagnosis.
The blood levels of thyroid hormones can be measured directly and usually are elevated with hyperthyroidism. However, the main tool for detection of hyperthyroidism is measurement of the blood TSH level. As mentioned earlier, TSH is secreted by the pituitary gland. If an excess amount of thyroid hormone is present, TSH is "down-regulated" and the level of TSH falls in an attempt to reduce production of thyroid hormone. Thus, the measurement of TSH should result in low or undetectable levels in cases of hyperthyroidism. However, there is one exception. If the excessive amount of thyroid hormone is due to a TSH-secreting pituitary tumor, then the levels of TSH will be abnormally high. This uncommon disease is known as "secondary hyperthyroidism."
Although the blood tests mentioned previously can confirm the presence of excessive thyroid hormone, they do not point to a specific cause. If there is obvious involvement of the eyes, a diagnosis of Graves' disease is almost certain. A combination of antibody screening (for Graves' disease) and a thyroid scan using radioactively-labelled iodine (which concentrates in the thyroid gland) can help diagnose the underlying thyroid disease. These investigations are chosen on a case-by-case basis.

How is hyperthyroidism treated?

The options for treating hyperthyroidism include:
  • Treating the symptoms
  • Antithyroid drugs
  • Radioactive iodine
  • Surgery treating symptoms
Treating the symptoms

There are medications available to immediately treat the symptoms caused by excessive thyroid hormones, such as a rapid heart rate. One of the main classes of drugs used to treat these symptoms is the beta-blockers [for example, propranolol (Inderal), atenolol (Tenormin), metoprolol (Lopressor)]. These medications counteract the effect of thyroid hormone to increase metabolism, but they do not alter the levels of thyroid hormones in the blood. A doctor determines which patients to treat based on a number of variables including the underlying cause of hyperthyroidism, the age of the patient, the size of the thyroid gland, and the presence of coexisting medical illnesses.
Antithyroid Drugs
There are two main antithyroid drugs available for use in the United States, methimazole (Tapazole) and propylthiouracil ( PTU). These drugs accumulate in the thyroid tissue and block production of thyroid hormones. PTU also blocks the conversion of T4 hormone to the more metabolically active T3 hormone. The major risk of these medications is occasional suppression of production of white blood cells by the bone marrow (agranulocytosis). (White cells are needed to fight infection.) It is impossible to tell if and when this side effect is going to occur, so regular determination of white blood cells in the blood are not useful.
It is important for patients to know that if they develop a fever, a sore throat, or any signs of infection while taking methimazole or propylthiouracil, they should see a doctor immediately. While a concern, the actual risk of developing agranulocytosis is less than 1%. In general, patients should be seen by the doctor at monthly intervals while taking antithyroid medication. The dose is adjusted to maintain the patient in as close to a normal thyroid state as possible (euthyroid). Once the dosing is stable, patients can be seen at three month intervals if long-term therapy is planned.
Usually, long-term antithyroid therapy is only used for patients with Graves' disease, since this disease may actually go into remission under treatment without requiring treatment with thyroid radiation or surgery. If treated from one to two years, the data shows remission rates of 40%-70%. When the disease is in remission, the gland is no longer overactive, and antithyroid medication is not needed.
Recent studies also have shown that adding a pill of thyroid hormone to the antithyroid medication actually results in higher remission rates. The rationale for this may be that by providing an external source for thyroid hormone, higher doses of antithyroid medications can be given, which may suppress the overactive immune system in persons with Graves' disease. This type of therapy remains controversial, however. When long-term therapy is withdrawn, patients should continue to be seen by the doctor every three months for the first year, since a relapse of Graves' disease is most likely in this time period. If a patient does relapse, antithyroid drug therapy can be restarted, or radioactive iodine or surgery may be considered.
Radioactive Iodine
Radioactive iodine is given orally (either by pill or liquid) on a one-time basis to ablate a hyperactive gland. The iodine given for ablative treatment is different from the iodine used in a scan. (For treatment, the isotope iodine 131 is used, while for a routine scan, iodine 123 is used.) Radioactive iodine is given after a routine iodine scan, and uptake of the iodine is determined to confirm hyperthyroidism. The radioactive iodine is picked up by the active cells in the thyroid and destroys them. Since iodine is only picked up by thyroid cells, the destruction is local, and there are no widespread side effects with this therapy.
Radioactive iodine ablation has been safely used for over 50 years, and the only major reasons for not using it are pregnancy and breast-feeding. This form of therapy is the treatment of choice for recurring Graves' disease, patients with severe cardiac involvement, those with multinodular goiter or toxic adenomas, and patients who cannot tolerate antithyroid drugs. Radioactive iodine must be used with caution in patients with Graves' related eye disease since recent studies have shown that the eye disease may worsen after therapy. If a woman chooses to become pregnant after ablation, it is recommended she wait 8-12 months after treatment before conceiving.
In general, more than 80% of patients are cured with a single dose of radioactive iodine. It takes between 8 to 12 weeks for the thyroid to become normal after therapy. Permanent hypothyroidism is the major complication of this form of treatment. While a temporary hypothyroid state may be seen up to six months after treatment with radioactive iodine, if it persists longer than six months, thyroid replacement therapy (with T4 or T3) usually is begun.
Surgery
Surgery to partially remove the thyroid gland (partial thyroidectomy) was once a common form of treatment for hyperthyroidism. The goal is to remove the thyroid tissue that was producing the excessive thyroid hormone. However, if too much tissue is removed, an inadequate production of thyroid hormone (hypothyroidism) may result. In this case, thyroid replacement therapy is begun. The major complication of surgery is disruption of the surrounding tissue, including the nerves supplying the vocal cords and the four tiny glands in the neck that regulate calcium levels in the body (the parathyroid glands). Accidental removal of these glands may result in low calcium levels and require calcium replacement therapy.
With the introduction of radioactive iodine therapy and antithyroid drugs, surgery for hyperthyroidism is not as common as it used to be. Surgery is appropriate for:
  • pregnant patients and children who have major adverse reactions to antithyroid medications.
  • patients with very large thyroid glands and in those who have symptoms stemming from compression of tissues adjacent to the thyroid, such as difficulty swallowing, hoarseness, and shortness of breath.
 

What's best for you?

If you are concerned that you may have an excess amount of thyroid hormone, you should mention your symptoms to your doctor. A simple blood test is the first step in the diagnosis. From there, both you and your doctor can decide what the next step should be. If treatment is warranted, it is important for you to let your doctor know of any concerns or questions you have about the options available. Remember that thyroid disease is very common, and in good hands, the diseases that cause an excess of thyroid hormones can be easily diagnosed and treated.


Hyperthyroidism At A Glance
  • Hyperthyroidism is a condition in which there is an excessive amount of thyroid hormones.
  • Thyroid hormones regulate the metabolism of the cells.
  • Normally, the rate of thyroid hormone production is controlled by the brain at the pituitary gland.
  • There are many possible causes of hyperthyroidism.
  • Common symptoms of hyperthyroidism include restlessness, tremors, weight loss despite an increased appetite, sweating, rapid heart rate, intolerance to heat, and frequent bowel movements.
  • Treatments for hyperthyroidism include medications, ablation, and surgery.