Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk hamba
dan Rasul-Nya, Muhammad bin Abdillah beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Bergantinya
tahun bukanlah menambah panjang hidup, tapi sesungguhnya menambah cepat
datangnya ajal. Karenanya, bagi seorang muslim harus lebih giat lagi
mempersiapkan bekal untuk mengarungi perjalanan panjang sesudahnya. Dan
bekal terbaik adalah takwa kepada Allah dengan melaksanakan segala
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”
(QS. Al-Baqarah: 197) Dan siapa yang berbekal takwa di dunia, maka
takwa tersebut akan memberikan manfaat baginya kelak di akhirat.
Dan bekal terbaik adalah takwa kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Ingat, Kematian Pasti Datang!
Tumpukan
harta, gemerlapnya dunia, dan kesibukan mencari materi sering melupakan
kita akan kematian. Padahal kematian adalah suatu kepastian. Tak
seorangpun yang bisa lepas darinya. Ke mana saja kita berlari, di mana
kita sembunyi, dan di benteng mana kita berlindung tetaplah kematian
pasti akan menemukan kita.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ
الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ
تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah:
‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada
(Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (QS. Al-Jumu’ah: 8)
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (QS. Qaaf: 19)
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. Al-Nisa’: 78)
Kondisi Insan Saat Kematian Datang
Keadaan
seseorang saat tutup usia memiliki nilai tersendiri, karena balasan baik
dan buruk yang akan diterimanya tergantung pada kondisinya saat tutup
usia. Sebagaimana dalam hadits yang shahih :
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَـوَاتِيْمُ
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya.” (HR. Bukhari dan selainnya)
Saat
itu, manusia ada pada satu dari dua kondisi. Yaitu husnul khatimah atau
su’ul khatimah. Siapa yang mendapat hunsul khatimah (akhir hayat yang
baik), sungguh dia berbahagia dengan kondisi setelahnya. Ia menghadapai
kematian dengan tenang dan rindu bertemu dengan Rabb-nya yang senantiasa
dia agungkan. Sebaliknya, siapa yang berada di atas su’ul khatimah, dia
akan menderita sesudahnya. Sedangkan kematian yang ada di hadapannya
menjadi sesuatu yang sangat menakutkan baginya.
Sementara
itu, kondisi seseorang pada detik-detik terakhir kehidupannya ini,
tergantung amal perbuatan pada masa lampau. Barangsiapa yang mengisi
hidupnya dengan berbuat baik, -Insya Allah- akhir hidupnya baik. Dan
jika sebaliknya, maka sudah tentu kejelekan yang akan menimpanya. Allah
tidak akan pernah menzhalimi para hamba-Nya, meskipun sedikit.
. . . kondisi seseorang pada detik-detik terakhir kehidupannya ini, tergantung amal perbuatan pada masa lampau. Barangsiapa yang mengisi hidupnya dengan berbuat baik, -Insya Allah- akhir hidupnya baik.
Tanda Husnul Khatimah yang Dirasakan Oleh yang Sedang Meninggal
Pastinya
setiap kita berharap husnul khatimah. Namun itu bukanlah hal yang
mudah. Oleh sebab itulah, seorang hamba Allah yang shalih sangat
merisaukannya. Mereka melakukan amal shalih tanpa putus, merendahkan
diri kepada Allah agar Allah memberikan kekuatan untuk tetap istiqamah
sampai meninggal. Mereka berusaha merealisasikan wasiat Allah Azza wa Jalla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar
takwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim
(berserah diri)”. (QS. Ali Imran: 102)
Husnul
khatimah memiliki banyak tanda-tandanya. Sebagiannya bisa diketahui oleh
orang lain yang ada disekitarnya (walaupun tidak bisa dijadikan sebagai
suatu kepastian). Dan sebagian yang lain, hanya bisa diketahui dan
dirasakan oleh orang yang menghadapi kematian tersebut.
Tanda husnul khatimah yang diketahui dan dirasakan oleh yang orang yang akan meninggal dunia adalah bisyarah (kabar gembira) mendapat ridha Allah dan kemuliaan dari-Nya saat kematian tiba. Hal sebagaimana yang Allah 'Azza wa Jalla firmankan,
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا
بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu
merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang
telah dijanjikan Allah kepadamu".” (QS. Al-Fushilat: 30)
Dan bisyarah
ini bagi orang-orang mukmin ketika menghadapi kematian, ketika berada
di kuburnya, dan saat dibangkitkan dari kubur-kubur mereka pada hari
kiamat. (Dinukil dari Khalid Bin Abdurrahman al-Syayi’ dalam makalahnya,
“‘Alamaat wa Asbab husnil Khatimah wa Su’il Khatimah”.)
Dalil
lain yang menguatkannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari
dan Muslim dalam Shahih keduanya, dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Siapa
yang suka bertemu dengan Allah, maka allah pun suka bertemu dengannya.
Sebaliknya, siapa yang benci bertemu Allah, maka Allah juga benci
bertemu dengannya.”
Lalau Aisyah bertanya, “Wahai Nabi Allah, Apa maksud benci kematian itu, padahal kami semua benci kematian?” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab,
لَيْسَ
كَذَلِكِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ اللَّهِ
وَرِضْوَانِهِ وَجَنَّتِهِ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ فَأَحَبَّ اللَّهُ
لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ بِعَذَابِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ
كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Bukan
seperti itu (maksudnya). Akan tetapi, seorang mukmin, apabila diberi
kabar gembira tentang rahmat dan ridha Allah serta janah-Nya, maka ia
akan suka bertemu Allah. Dan sesungguhnya orang kafir, apabila diberi
kabar tentang azab Allah dan kemurkaan-Nya, maka ia akan benci untuk
bertemu Allah, dan Allah-pun membenci bertemu dengannya.”
Imam Abu ‘Ubaid Al-Qayim bin Salam rahimahullaah menjelaskan
makna hadits ini, “Menurutku maknanya bukan membenci kematian dan
kedahsyatannya, karena tak seorangpun bisa menghindarinya. Tetapi yang
dicela dari semua itu adalah mengutamakan dunia dan cenderung kepadanya
serta membenci untuk kembali kepada Allah dan negeri akhirat.” Beliau rahimahullaah mendasarkan penjelasannya tersebut pada firman Allah Ta’ala yang mencela suatu kaum karena mencintai kehidupan dunia.
إِنَّ
الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آَيَاتِنَا غَافِلُونَ
أُولَئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan
dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa
tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat
Kami. Mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu
mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7-8)
Al-Imam al-Khatthabi rahimahullaah juga
menjelaskan mengenai maksud hadits di atas, “Maksud dari kecintaan
hamba untuk bertemu Allah, yaitu ia lebih mengutamakan akhirat daripada
dunia. Karenanya, ia tidak senang tinggal terus-menerus di dunia, bahkan
siap meninggalkannya. Sedangkan makna kebencian adalah sebaliknya”.
Orang yang suka bertemu dengan Allah: Ia lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Karenanya, ia tidak senang tinggal terus-menerus di dunia, bahkan siap meninggalkannya. Sedangkan makna kebencian adalah sebaliknya
Imam Nawawi rahimahullaah berkata,”Secara
syari’at, kecintaan dan kebencian yang diperhitungkan adalah saat
dicabutnya nyawa yang saat itu taubat tidak lagi diterima. Maka pada
saat itu, setiap orang akan diberi kabar tentang tempat kembalinya dan
apa yang telah disediakan untuknya, dan akan disingkapkan semua itu
kepadanya. Karenanya, Ahlus Sa’adah (orang-orang yang
berbahagia) mencintai kematian dan suka bertemu dengan Allah serta
berpindah kepada apa yang dijanjikan untuk mereka. Dan Allah-pun suka
bertemu dengan mereka, maknanya: akan memberikan balasan yang banyak dan
kemuliaan. (Sebaliknya) orang-orang yang menderita (celaka) membenci
bertemu dengan Allah karena mengetahui tempat buruk yang akan
ditinggalinya. Sehingga Allah juga benci bertemu dengan mereka,
maknanya: menjauhkan mereka dari rahmat dan kemuliaan-Nya . . “
(Disarikan dari Syarah Shahih Muslim)
Penutup
Semoga
Allah memilih kita menjadi hamba-Nya yang dikaruniakan husnul khatimah.
Dia mengutus malaikat-Nya untuk memberi kabar gembira kepada kita saat
ajal menjemput. Sehingga kita senang bertemu dengan Allah dan
mendapatkan kabaikan yang telah Dia janjikan.
Namun,
kondisi seperti itu tidak datang dengan sendirinya. Perlu ada usaha
untuk merealisasikannya. Yaitu dengan menjaga Iman dan melaksanakan
tuntutannya berupa istiqamah (kontinyu dan ajeg) menjalankan ketaatan dan ketakwaan. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar