Berhias Untuknya
Saudariku,
Pada saatnya nanti kan tiba, engkau akan menjadi istri
-Insya Allah-.
Atau bahkan sekarang ini pun engkau sudah menjadi istri. Dan sudah
barang tentu engkau pasti ingin menjadi wanita shalihah lagi berakhlak
karimah. Ciri khas wanita shalihah yaitu wanita yang selalu berusaha
merebut hati, mencari
cinta
suami, selalu mengharap ridha suaminya agar mendulang pahala, demi
meretas jalan menuju Al-Firdaus Al-A’la…di sanalah, dia akan berharap
bisa menjadi “permaisuri” suaminya ketika di dunia.
Lalu, lewat jalan manakah hati seorang lelaki akan terebut…dan
ridhanya pun menyambut, sehingga dua jiwa dalam satu cinta akan
bertaut?
Saudariku…Bunga-bunga cinta suami dapat mekar bersemi,
Harum semerbak mewangi di taman hati,
Jika ia senantiasa disirami
Manis ucapan, santun perkataan, lembut perlakuan, dan baiknya
pergaulan seorang wanita akan menjadi siraman yang dapat menumbuhkan
benih-benih cinta di hati sanubari sang suami. Dan bukan hal yang
mustahil,
karena akhlakmulah, duhai wanita…hati suami pun akan mencinta.
Agar memiliki akhlak wanita yang mulia, seorang wanita seyogyanya
berkiblat pada figur wanita abadi nan sempurna. Sosoknya banyak
digambarkan dengan parasnya yang sungguh sangat cantik jelita. Kiranya
engkau pun tahu…karena dia adalah…bidadari surga.
Bidadari surga teramat istimewa, wanita yang Allah ciptakan dengan
penuh kesempurnaan yang didambakan pria. Dengan segala keistimewaan
yang ada dalam dirinya, kiranya itu menjadi tantangan bagi wanita dunia
untuk bisa berusaha menyamai karakteristik bidadari surga. Menyinggung
soal karakteristik, tentunya wanita dunia tidak akan mampu bersaing
dengan bidadari dalam urusan fisik, dan yang bisa kita contoh adalah
ciri khas akhlaknya. Baiklah, mari kita bersama-sama telusuri tabiat
yang khas dari bidadari surga.
Cantik Parasnya, Baik Akhlaknya, dan Harum Bau Tubuhnya
Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan keelokan dan kecantikan yang sungguh sempurna, sebagaimana yang tergambar dalam ayat berikut,
وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ
”
Dan Kami pasangkan mereka dengan bidadari – bidadari yang cantik dan bermata jelita. ” (Qs. Ath-Thur: 20) – bagian yg berwarna sebaiknya dibuang, agar sesuai dg terjemahannya
Huur (
حور) adalah bentuk jamak dari kata
haura (
حوراء ) yaitu wanita muda usia yang cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji matanya sangat hitam.
Hasan berkata,
“Al-Haura (
الحوراء )adalah wanita yang bagian putih matanya amat putih dan biji matanya sangat hitam.”
Zaid bin Aslamberkata, “
Al-Haura adalah wanita yang matanya amat putih bersih dan indah.”
Muqatilberkata,
“Al-Huur adalah wanita yang wajahnya putih bersih.”
Mujahid berkata,
“Al-Huur Al-’Iin (الحور العين )
adalah wanita yang matanya sangat putih dan sumsum tulang betisnya
terlihat dari balik pakaiannya. Orang bisa melihat wajahnya dari dada
mereka karena dada mereka laksana cermin.”
Seorang penyair berkata,
Mata yang sangat hitam di ujungnya telah membunuh kita
Lalu tak menghidupkan kita lagi
Menaklukkan orang yang punya akal hingga tak bergerak
Dan mereka ialah makhluk Allah yang paling indah pada manusia
Benarlah memang, karena wanita juga akan tampak terlihat lebih
menawan jika ia bermata indah, dengan kelopak mata yang lebar, berbiji
mata hitam dikelilingi warna putih lagi bersih.
فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ
“
Di dalam surga – surga ada bidadari – bidadari yang baik – baik lagi cantik – cantik.”. (Qs. Ar-Rahman: 70)
Khairaatun (
خَيْرَاتٌ ) adalah jamak dari kata
khairatun, sedangkan
hisaan adalah bentuk jamak dari
hasanatun (
حسنة).
Maksudnya, bidadari – bidadari tersebut baik akhlaknya dan cantik
wajahnya. Beruntunglah seorang pria yang diberi anugrah wanita secantik
akhlak bidadari surga. Perhatikan dan tanyakan pada diri kita…
Apakah kita sudah sepenuhnya memenuhi hak-hak suami, memuliakannya
dengan sepenuh hati dan segenap jiwa? Apakah kita sudah berterima kasih
atas kebaikannya? Pernahkah kita menyakitinya dengan sadar atau
tidak??
Duhai istri…Suami yang beriman merupakan orang yang mulia di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan marah jika engkau menghina dan menyakiti lelaki yang memiliki kedudukan yang mulia di sisiNya. Sebagai gantinya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala menugaskan para bidadari untuk menjunjung kemuliaan suami-suami mereka di dunia ketika para istri menyakiti mereka
- sekalipun sedikit
- di dunia.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia,
melainkan istri suami tersebut yang berasal dari kalangan bidadari akan
berkata, ‘Jangan sakiti dia! Semoga Allah mencelakakanmu, sebab dia
berada bersamamu hanya seperti orang asing yang akan meninggalkanmu
untuk menemui kami.” (Hr. Tirmidzi dan Ahmad. Menurut Imam Tirmidzi, ini hadits hasan)
Diriwayatkan dari Anas
radhiyallahu’anhu, bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sekiranya ada seorang wanita penghuni surga, yang menampakkan
dirinya ke bumi, niscaya ia akan menerangi kedua ufuknya serta
memenuhinya dengan semerbak aroma. Kerudungnya benar-benar lebih baik
daripada dunia dan seisinya.” (Hr. Bukhari)
Saudariku, sebagaimana kita ketahui…kecantikan paras wanita dunia
seperti kita sangatlah minim jika dibandingkan kecantikan paras
bidadari surga. Kita niscaya tidak akan mampu menandingi kecantikan
mereka, namun apakah kita harus bersedih? Sama sekali tidak!
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang beraneka rupa,
sebagai tanda dari kehendak dan kekuasaanNya. Maka terimalah apapun
yang telah Ia karuniakan bagimu, karena itu yang terbaik untukmu.
Meskipun wajah kurang cantik dan fisik kurang menarik, janganlah takut
untuk tidak dicinta. Berhiaslah dan percantiklah dirimu dengan hal –
hal yang Allah halalkan, karena istri shalihah bukan hanya yang tekun
beribadah saja, namun seorang istri yang bisa menyenangkan hati suami
ketika suami memandangnya.
Saudariku… Dan apakah kau lupa, fitrahmu sebagai wanita yang tentu
suka akan perhiasan? Perhiasan terkait dengan makna keindahan, sehingga
seorang perempuan shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi
suaminya… karena wanita adalah salah satu sumber kebahagiaan lelaki.
Apabila seorang istri senantiasa melanggengkan berhias dan mempercantik
diri di hadapan suami, itu akan menjadi hal yang menambah keintiman
hubungannya dengan suami. Sang Suami pun tentu akan semakin cinta pada
istri pujaan hatinya
insyaallah.
Bagi saudari-saudariku pada umumnya serta saudara-saudaraku pada
khususnya, enak dipandang dan menyenangkan hati bukan berarti harus
cantik sekali bukan? Dan berhias pun tidak harus menggunakan aksesori
yang terlalu mahal . Lalu bagaimana jika Allah menentukan engkau
mendampingi lelaki yang secara materi belum mampu “
madep mantep“? (baca: hanya cukup untuk membiayai kebutuhan pokok)
Aku ingatkan engkau pada nasihat para pendahulu kita kepada putrinya…
Abul Aswad berkata pada putrinya,
“Janganlah engkau cemburu, dan
sebaik-baik perhiasan adalah celak. Pakailah wewangian, dan sebaik –
baik wewangian adalah menyempurnakan wudhu.”
Ketika Al-Farafisah bin Al-Ahash membawa putrinya, Nailah, kepad Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan
radhiyallahu ‘anhu, dan Beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dengan ucapannya,
“Wahai
putriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy
yang lebih mampu untuk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua
hal ini: bercelaklah dan mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana
yang terguyur hujan.”
Memang tubuhmupun dicipta tiada bercahaya dan harum mewangi
laksana bidadari, namun engkau tentu bisa memakai wewangian yang
disukai suamimu ketika engkau berada di kediamanmu bersamanya, dengan
begitu penampilanmu tambah terlihat menawan dipandang mata.
Menjaga Pandangan
Berkulit Mulus dan Bertubuh Molek
Allah
Ta’ala berfirman,
كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ
“
Seakan – akan para bidadari itu permata yaqut dan marjan” (Qs. Ar-Rahman: 58)
Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Salah satu wanita surga, sungguh dapat dilihat putih betisnya
dari balik tujuh puluh pakaian. Hal ini karena Allah berfirman, “Mereka
bagaikan Yaqut dan Marjan.” Beliau melanjutkan, “Yaqut adalah batu.
Kalau saja kawat dimasukkan ke dalamnya, kemudian kamu menjernihkanny,
pasti kamu bisa melihat kawat dari balik batu tersebut.” (Hr. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban, di dalam Al Jami’)
Pada masa modern seperti ini industri kaca, kristal, batu mulia sudah
lah maju dengan pesatnya, dan dalam ayat tersebut Allah menggambarkan
keadaan bidadari laksana dua jenis batu mulia yang menunjukkan keelokan
mereka yang memikat, kemurnian
Yaqut dan keputihan
Marjan.
Sudah selayaknya makhluk seperti bidadari ini diciptakan dari zat yang
murni, jernih, lembut, sesuai dengan kemolekan dan kecantikan yang
sungguh sangat menakjubkan. Dengan gambaran seperti itu tentulah lelaki
penghuni surga dibuat terkesima melihat betapa berkilau dan
bersinarnya tubuh bidadari.
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Masing – masing dari mereka mendapatkan dua orang istri
(bidadari) yang tulang kedua kaki mereka dapat terlihat dari balik
daging mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketebalan daging yang transparan pada bidadari menunjukkan kekhususan
dan perbedaan antara daging bidadari dan daging wanita dunia.
Bagaimana tidak?daging bidadari yang transparan itu menunjukkan betapa
bening daging tubuh bidadari. Disebutkan juga bahwa tubuh yang
transparan itu bercampur dengan warna putih hingga membuat tubuhnya
menjadi putih, bening, indah, dan cantik jelita. Allah
‘Azza wa Jalla berfirman,
كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ
“
Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” (Qs. Ash-Shaffat: 49)
Orang Arab mengenal telur yang tersimpan dengan baik itu adalah telur
burung unta yang terpendam dalam pasir. Warnanya putih dan tidak ada
yang melebihi putihnya. Ciri yang transparan dan bening ini dilukiskan
dalam Al-Qur’an dengan ungkapan
Yaqut, Marjan, Al-Lu’lu Al-Maknuun, Baidhun Maknuun.
Tidak Liar Pandangannya
Allah
Ta’ala berfirman,
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya.” (Qs. Ar-Rahman: 56)
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ عِينٌ
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya dan matanya jelita.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ أَتْرَابٌ
“Dan pada sisi mereka ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya dan sebaya umurnya.” (Qs. Shad: 52)
Wanita dunia yang menyakiti suaminya dengan memandang lelaki selain
suaminya, dan menikmati pandangan tersebut menunjukkan kekurangan dan
kehinaannya. Maka Allah pun mengganti wanita yang demikian dengan
bidadari-bidadari yang sempurna lagi istimewa bagi hambaNya yang
shalih, yang mana bidadari-bidadari tersebut hanya menujukan
pandangannya terhadap suami-suami mereka. Terdapat point penting yang
bisa kita ambil dari sini, yakni:
- Ayat ini menjelaskan tentang keutamaan bidadari yang menunjukkan
pandangannya hanya bagi suaminya. Mereka terbiasa untuk tidak melihat ke
lelaki lain kendatipun mereka memiliki mata jelita, dan satu-satunya
pemandangan yang mereka lihat hanyalah suami-suami mereka. Ya, karena
di mata mereka…suami merekalah yang paling tampan.
Saudariku…ingin kubertanya padamu, sudahkah engkau menunjukkan
pandangan penuh kasih sayang, kerinduan dan cinta hanya bagi suamimu?
Bagaimana dengan keadaan suami dalam pandangan matamu, wahai saudariku?
- Ayat ini menjelaskan bahwa para bidadari itu sangat
mencintai suami mereka. Bahkan mereka “menutup mata” kepada lelaki lain
untuk selama-selamanya. Pandangan, hati, cinta, bahkan dirinya hanya
ditujukan bagi suami mereka. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan
kecuali oleh orang yang hidup dengan penuh rasa cinta yang mendalam
kepada Sang Suami, seperti kedalaman cinta Qais pada Laila. Karena
cinta yang mendalam dapat menjadikan seseorang hanya melihat kepada
orang yang ia cintai.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ
أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ
يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ
جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah
suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung..” (Qs. An-Nuur: 31)
Dan alangkah indahnya perkataan penyair,
“Segala peristiwa berawal dari pandangan mata
Jilatan api bermula dari setitik bara
Berapa banyak pandangan yang membelah hati
Laksana anak panah yang melesat dari tali”
Mata ibarat duta, sedangkan hati sebagai rajanya. Betapa banyak cinta
itu bermula, hanya karena pandangan mata yang sungguh sangat menggoda
yang lambat laun bergerak menjalar dan mengakar di dalam dada. Maka,
jika kau biarkan matamu memandang liar kepada lelaki yang tiada halal
bagimu, yakinkah engkau masih mampu mempertahankan sebentuk cinta dalam
hati bagi suamimu?!
Terjaga Kesuciannya
Dipingit dalam Kemah-Kemah yang Terjaga Kesuciannya
Allah
‘Azza wa Jalla berfirman,
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ
“
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah-kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)
Begitulah gambaran tentang terjaganya kesucian bidadari. Coba kita
bayangkan dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan
dirimu…sudahkah kita sudah meniru akhlak wanita utama pendahulu kita
yang shalihah? Tidaklah mereka keluar melainkan hanya untuk mencukupi
kebutuhan mereka.
Bidadari adalah makhluk yang teristimewa, maka tidaklah heran jika
dia wanita yang sangat terjaga. Ingatkah kau zaman nenek moyang kita
dahulu…tentang cerita wanita pemalu yang dipingit di dalam rumahnya,
wanita yang terjaga dan menjaga dirinya? Begitulah gambaran bidadari
yang hanya berada di dalam tempat kediamannya. Coba kita bayangkan
dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan dirimu…apakah kita
sudah meniru akhlak wanita shalihah pendahulu kita yang hanya keluar
untuk sekadar mencukupi kebutuhan mereka saja? Perhatikanlah kembali
firman Allah
Ta’ala dalam kitabNya,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ
وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ
عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias
dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dulu. dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. ” (Qs. Al-Ahzab: 33)
Dari ‘Aisyah
radhiyallahu’anha berkata, “Saudah binti Zam’ah
radhiyallahu’anha
keluar pada suatu malam setelah turunnya perintah berhijab. Dia seorang
wanita yang bertubuh besar sehingga tidak sulit bagi orang untuk
mengenalinya. Lalu Umar melihatnya maka Umar
radhiyallahu’anhu
berkata, “Wahai Saudah, Demi Allah engkau tidak asing bagi kami.
Lihatlah, bagaimana engkau bisa keluar?” Lalu ‘Aisyah berkata, “Maka
Saudah pun berbalik pulang. Sedangkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salllam
berada di rumahku sedang makan malam. Di tangannya ada daging. Maka
Saudah pun masuk kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya
keluar rumah untuk memenuhi keperluanku. Lalu Umar berkata begini dan
begitu.” ‘Aisyah berkata, “Maka Allah mewahyukan kepada beliau dan
daging masih di tangannya, beliau tidak meletakkannya. Kemudian
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“
Telah diizinkan bagi kalian kaum wanita keluar untuk keperluan dan kebutuhan kalian.” (HR. Bukhari)
Ya…wanita memang tidak diharamkan keluar rumah, namun janganlah hanya
untuk hal yang tidak perlu kita lalu bermudah-mudahan berkeliaran di
luar sana, bahkan berdesak-desakan dengan lelaki asing untuk urusan
yang kurang perlu. Kita lihat wanita masa kini, mereka seringkali
terlihat berlalu lalang di sekitar pusat perbelanjaan untuk alasan
“sekadar jalan-jalan”, duduk-duduk di
cafe, ber
keluyuran tidak
karuan di tempat-tempat umum dan berbagai macam aktivitas yang kurang pantas dilakukan oleh wanita yang ingin terjaga
‘iffahnya.
Wanita dengan segala aktivitasnya di rumah yang boleh dibilang
monoton, memang sesekali pasti merasa bosan tinggal di rumah dan butuh
penyegaran suasana. Suami yang baik tentunya akan mengerti, memahani
dan mengambil solusi yang bijak atas keadaan yang dialami sang istri,
agar dia tidak keluyuran di luar rumah untuk sekadar mencari suasana
baru.
Allah
Ta’ala berfirman,
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh
jin.” (Qs. Ar-Rahman: 74)
Keadaan bidadari yang tiada pernah disentuh oleh seorangpun sebelum
suaminya menghasilkan puncak kebahagiaan suami-suaminya terhadap
mereka. Sesungguhnya kebahagiaan lelaki terhadap seorang wanita yang
tidak pernah disentuh oleh siapapun memberikan arti tersendiri.
Penjagaan Allah atas diri bidadari menunjukkan kemuliaan bidadari.
Dan bentuk penjagaan diri ini sudah sepantasnya ditiru oleh wanita
dunia agar wanita dunia senantiasa terjaga kemuliaannya. Kemuliaan dan
kedudukan yang paling tinggi dan luhur dari seorang wanita ialah…jika
sifat malunya tidak dinodai oleh makhluk. Tak didekati manusia serta
tak seorangpun menjamah tubuhnya, baik menyetubuhi ataupun hanya
melihatnya, kecuali oleh suami yang menikahi dan berhak atas dirinya.
Penuh Cinta dan Kasih
Allah
Ta’ala berfirman,
فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36) عُرُبًا أَتْرَابًا (37)
“
Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Qs. Al-Waqi’ah: 36-37)
Ibnul A’rabi berkata,
“Al-’Urubu min An-Nisaa’i” (
العرب من النساء)
maksudnya wanita yang patuh kepada suaminya dan memperlihatkan cintanya kepadanya.”
Tentang penafsiran
‘urub (
عرب )
para ahli tafsir menyebutkan bahwa wanita-wanita tersebut sangat
mencintai suaminya, sayang dan manja kepada suami, membuat suami cinta
kepadanya, membuat nafsu syahwat suaminya bergelora kepadanya dan
membuat suami berdandan karenanya.
Bukhari dalam Shahihnya berkata
, ” ‘Uruban (
عربا )
adalah wanita yang amat cinta pada suaminya.”
Seorang wanita shalihah cerminan dari pribadi yang penuh kasih dan
cinta pada suaminya. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk
mencintai pria lain…sebagaimana yang disabdakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Istri-istri kalian akan menjadi penghuni surga yang sangat
mencintai, yang jika dia disakiti dan menyakiti maka dia segera datang
kepada suaminya, dia letakkan tangannya di atas telapak tangan
suaminya, seraya berucap, “Saya tidak dapat tidur sampai engkau
meridhaiku.” (HR. Thabrani)
Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menganjurkan kepada laki-laki yang akan menikah untuk mencari wanita yang penyayang dan berbelas kasih. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Nikahilah wanita yang penyayang dan berpotensi beranak banyak,
karena aku akan membanggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain
di hari kiamat” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Di antara bentuk cinta dan kasih kepada suami adalah bertutur kata
dengan manis, lembut dan mesra, karena manisnya tutur kata wanita dapat
memikat dan mempesonakan hati lelaki. Apa engkau tidak ingin
kata-katamu laksana tetesan air yang begitu menyejukkan di tengah gurun
pasir nan tandus lagi gersang bagi suamimu? Saudariku…sesungguhnya
lelaki membutuhkan ketenangan dan ketentraman di dalam jiwanya. Dia
membutuhkan terpal yang dapat membuatnya teduh…ke manakah lagi kiranya
dia akan mencari keteduhan hati jika tidak pada dirimu?
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap anggota tubuh manusia
wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau
berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau
menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik
kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang
baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju
shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah
sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Renungkan…perkataan yang baik adalah sedekah, siapakah yang lebih
pantas untuk mendapatkan kebaikan kata-katamu yang memikat jika bukan
suami yang mendampingi hidupmu?!
Mari kita lihat di antara sifat bidadari yang paling baik adalah gaya
bahasa yang memikat saat ia mendekati suaminya, ia menyayangi
sebagaimana ibu yang menyayangi anaknya, ia menggoda suaminya dengan
parasnya yang cantik jelita.
Bersuara Merdu
Dari Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” Sesungguhnya istri-istri penghuni surga bernyanyi untuk
suami-suami mereka dengan suara yang paling bagus yang tidak pernah
didengar oleh seorangpun. Di antara lagu yang mereka nyanyikan ialah
‘Kami adalah bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik,
istri-istri kaum yang mulia.’ Mereka memandang dengan kegembiraan. Di
antara nyanyian mereka lagi ialah ‘Kami kekal tidak akan pernah mati,
kami setia tidak akan pernah berkhianat, dan kami bermukim tidak kan
pernah bepergian.” (
Shahih Al Jami’ Ash-Shaghir)
Sebagaimana manusia tertarik dengan suara yang indah, Allah dengan
kekuasaanNya menjadikan suara yang indah dan menggembirakan sebagai
salah satu kesenangan surga yang tidak akan sirna dan tak ada
habis-habisnya.
Ketika kita melihat pada realita yang ada, tiap manusia dianugrahi
warna suara yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, ada yang
terlahir dengan suaranya yang syahdu, ada pula yang kurang syahdu.
Akan tetapi, pelajaran yang bisa kita petik dari sini yakni, hendaknya
kita berusaha memperelok nada bicara kita di depan suami kita. Meskipun
suara kita hanya bermodal
pas-pasan saja.
Saudariku…Mulailah dari sekarang, karena belum terlambat untuk
menjadi laksana bidadari dalam hidup suami. Dengan melihat
karakteristik sang bidadari, seharusnya hal tersebut menjadi cermin
akhlak bagi setiap wanita dunia. Bidadari adalah makhluk yang tercipta
mirip dengan bangsamu, duhai wanita…
Maka dari itu, berusahalah agar engkau bisa meneladani kecantikan
akhlaknya, berlombalah, dan bersegeralah dalam ketaatan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
“Wahai orang yang memanggil dan mencari bidadari, agar dapat bercumbu dengannya di taman-taman surgawi
Andaikan kau tahu siapa yang kau seru, tentu kau tak kan diam saja membisu
Andaikan kau tahu di mana dia berada, kau kan berusaha sekuat tenaga
Segeralah dan tapaki jalan menuju ke sana, karena jalan yang kau tempuh tak lama lagi kan tiba
Bercintalah dan berbicaralah dalam kalbu, persiapkan maskawin selagi kau mampu untuk itu
Jadikan puasamu sebagai bekal untuk pertemuan, malam pertama adalah malam yang fitri setelah Ramadhan
Harapkan keindahan dan kecantikannya yang memikat, hampirilah sang kekasih dan jangan kau terlambat!”
Wahai lelaki dunia…
Cintailah istri shalihah yang tiada sempurna
Dengan cinta yang nyaris sempurna*
Menikahinya akan menghantarkanmu bersanding dengan bidadari di surgaNya yang sempurna
*) karena kesempurnaan cinta yang hakiki hanya pantas ditujukan bagi
Rabbul A’la, maka dari itulah penulis menggunakan kata “nyaris”.
***
Artikel
muslimah.or.id
Penulis: Fatihdaya Khairani
Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits
Maraji’:
- Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.
- Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.
- Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.
- Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.
- Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.
- Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.
- Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.
http://muslimah.or.id/