Kamis, 06 Desember 2012

ARCHAEA


Pohon filogenetik untuk Archaea dibuat berdasarkan sekuen gen 16S ribosomal RNA yang membagi Archaea menjadi dua filum yaitu Crenarchaeota dan Euryarchaeota. Pemisahan kedua filum ini didukung oleh analisis genomik.

I. Euryarchaeota

a.                   Ekstrem halofilik
Ekstrem halofilik disebut juga haloarchaea, hidup dilingkungan berkadar garam tinggi. Kata ‘ekstrem halofilik’ ini digunakan untuk indikasi bahwa organisme tersebut bukan hanya halofilik tetapi kebutuhan terhadap garam kadar tinggi (hingga 32%)untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Haloferax dan Natronobacterium mampu tumbuh di air laut (2.5% NaCl). Great Salt Lake di Utah merupakan air laut berkonsentrasi garam dan sulfat yang tinggi. Dead Sea relatif mengandung Na+ yang rendah dan tinggi ion Magnesium (Mg2+).  Soda Lake berkadar karbonat yang tinggi sehingga pH nya tinggi.
Archae disebut juga halobakteri karena genus Halobacterium adalah kelompok pertama yang diklasifikasi dan dapat merepresentasikan Archaea secara umum.  Haloarchaea merupakan bakteri gram negatif, bereproduksi melalui pembelahan biner obligat aerob,dan tidak membentuk spora. Sel berbentuk batang, kokus, atau cup-shaped, dan dinamai Haloquadratum untuk menunjukkan morfologi uniknya, membentuk vesikel, menggunakan asam amino atau asam sebagai sumber energi dan membutuhkan sejumlah growth factor seperti vitamin untuk pertumbuhan optimum.
Archaea ekstrem halofilik membutuhkan ion Natrium dalam jumlah besar untuk pertumbuhannya, terutama dalam bentuk NaCl. Dinding sel Halobacterium tersusun atas glikoprotein dan distabilisasi oleh Na+. Ion Natrium akan berikatan dengan permukaan luar dinding sel Halobacterium dan secara absolut penting untuk mempertahankan integitas sel. Ketika kekurangan Na+, dinding sel akan menghancurkan dan melisiskan sel. Hal ini sebagai konsekuensi akibat tingginya konsentrasi asam amino aspartat dan glutamat dalam glikoprotein pada dinding sel. Muatan negatif pada gugu karboksil berikatan pada Natrium , natrium akan di dilusi sehingga muatan negatif pada protein akan saling tolak-menolak dan sel pun lisis. Protein sitoplasma pada Halobacterium sangat bersifat asam, ion K+ merupakan kation predominan dalam sitoplasma. Komponen sel yang berinteraksi langsung dengan lingkungan luar membutuhkan Na+ tinggi untuk mempertahanan stabilitas,sedangkan kompenen dalam sel membutuhkan K+ tinggi.
Spesies Haloarchaea tertentu dapat mengkatalisis reaksi light-driven synthesis ATP yang terjadi tanpa klorofil sehingga tidak termasuk reaksi fotosintesis. Organisme ini memiliki bacterioruberin. Pada kondisi lingkungan yang rendah aerasi, Halobacterium salinarum dan beberapa haloarchaea mensintesis protein bacteriorhodopsin dan memasukkannya kedalam membran sitoplasma.  Bacteriorhodopsin memiliki kemiripan struktural dan fungsional dengan rhodopsin. Bacteriorhodopsin menyerap cahaya hijau sekitar 570 nm dan mengeksitasi bacteriorhodopsin retina  pada konformasi trans menjadi bentuk cis (Retc). Produksi ATP yang dimediasi oleh bacteriorhodopsin pada H.salinarum mendukung pertumbuhan lambat organisme ini dalam kondisi anoksik. Pompa proton yang distimulasi oleh cahaya pada H.salinarum juga berfungsi untuk memompa Na+ ke luar sel dengan adanya aktivitas sel berupa sistem antiport Na+_H+. Selain bacteriorhodopsin, ada tiga jenis rhodopsin yangterdapat dalam membran sitoplasma H.salinarum, salah satunya yaitu Halorhodopsin (light-driven chloride pump yang membawa Cl- kedalam sel sebagai anion untuk K+).  

b.                  Archaea Metanogenik
Metanogen memproduksi metana sebagai bagian dalam metabolisme energi. Taksonomi metanogenik berdasarkan fenotip dan analisis filogenetik. Sifat kimia dinding sel metanogenik sangat beragam. Dinding pseudomomurein pada spesies Methanobacterium , methanochondroitin pada spesies Metanosarcina, protein / glikoprotein pada Methanocaldococcus, dan layer S pada Methanospirillum. Secara fisiologi, metanogenik merupakan mikroorganisme obligat anaerob, mesofilik dan nonhalofil. Tiga kelompok senyawa yang dapat dijadikan sebagai substrat yaitu CO2_type substrate, methylated substrate,d an asetat. Methanocaldococcus jannaschii  merupakan model organisme metanogenik karena bersiat hipertermofilik.

c.                   Thermoplasmatales
Thermoplasma dan Ferroplasma tidak memiliki dinding sel dan menggunakan mycoplasma. Thermoplasma merupakan mikroorganisme kemoorganotrof yang tumbuh secara optimal pada 55C dan pH 2 dalam medium kompleks, fakultatif aerob. T.volcanicum diisolasi dari hot acidic soil, memiliki flagella.  Membran mengandung lipopolisakarida berupa lipoglikan yang terdiri dari membran monolayer lipid tetraeter dengan manosa dan glukosa, terdapat glikoprotein sehingga Thermoplasma dapat stabil pada kondisi panas dan berasam. Thermoplasma mengandung genome yang relatif kecil (sekitar 1.5 Mbp) dengan DNA sangat kompleks dengan adanya DNA-binding protein yang mengatur DNA kedalam patikel globular pada nukleosom sel eukariot. Protein ini homolog terhadap histon-like DNA-binding protein HU pada bakteri yang memegang peranan penting dalam pengaturan DNA dalam sel. Ferroplasma bersifat kemototrof, asidofilik kuat (bukan termofilik), tumbuh optimum pada 35C. Ferroplasma mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ untuk mendapatkan energi, dan menggunakan CO2 sebagai sumber karbon (autotrof). Picrophilus  tumbuh optimum pada pH 0.7 dan mampu tumbuh pada pH dibawah 0. Picrophilus mempunyai dinding sel berupa layer S dan %GC DNA yang lebih rendah dibandingkan dengan Thermoplasma dan ferroplasma. Fisiologi  Picrophilus dapat dijadikan sebagai model bagi organisme extreme acid tolerance.

d.                  Thermococales dan Methanopyrus
Thermococcus merupakan spherical hyperthermophilic euryarchaeote indigenous yang memiliki flagela polar dan motil, kemoorganotrof anaerob obligat. Pyrococcus tumbuh pada suhu antara 70-106°C dengan suhu optimum 100°C. Protein, pati, atau maltosa di oksidasi sebagai donor elektron, dan S0 sebagai akseptor elektron dan direduksi menjadi H2S. Methanopyrus adalah metanogen hipertermofilik yang di isolasi dari sedimen panas dekat submarine hydrothermal vent dan dari dinding dari ‘black smoker’ hydrothermal vent chimneys. Methanopyrus memiliki lipid membran yang tidak ditemukan pada organisme lain.

e.                   Archaeoglobales
Archaeoglobus diisolasi dari hot marine sediment didekat hydrothermal vent. Archaeglobus melakukan oksidasi H2, laktat, piruvat, glukosa, atau senyawa organik kompleks; dan reduksi sulfat menjadi H2S. Selnya kokus irregular dan tumbuh optimum pada 83°C. Ferroglobus merupakan iron-oxidizing chemolithotroph, mendapatkan energi dari oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ yang diiringi reduksi nitrat menjadi nitrit.Ferroglobus tumbuh secara autotrof ,menggunakan H2 atau H2S sebagai donor elektron.Ferroglobus diisolasi dari shallow marine hydrothermal vent dan tumbuh optimal pada 85°C.

f.                   Nanoarchaeum dan Aciduliprofundum
Nanoarchaeum equitans merupakan prokariot yang tidak biasa, hidup sebagai simbion obligat pada Ignicoccus. Aciduliprofundum merupakan anaerobic termofil, kemoorganotrof yang menggunakan S0 atau Fe3+ sebagai akseptor elektron.

II. Crenarchaeota

Hidup di daerah ekstrem panas dan ekstrem dingin. Crenarchaeota hipertermofilik merupakan anaerob obligat. Energi disimpan selama proses pernapasan melalui mekanisme seperti pada bakteri yaitu transfer elektron dalam membrane sitoplasma yang menginduksi pembentukan proton motive force yang menghasilkan ATP.

a.                   Crenarchaeota dari lingkungan terrestrial vulkanik
Sulfolobus merupakan kemolitotrof aerob yang mengoksidasi H2S atau S0 menjadi H2SO4 ,memfiksasi CO2 sebagai sumber karbon, dan terkadang dapat mengoksidasi fe2+ menjadi Fe3+. Acidianus mampu menggunakan S0 secara anaerob dan anaerob. Thermoproteus dan Thermofilum hidup dilingkungan netral atau berasam, bersifat anaerob yang menggunakan S0 pada respirasi anaerob. Pyrobaculum memiliki respirasi secara aerob, juga dapat secara anaerob menggunakan NO3-, Fe3+, atau S0 sebagai akseptor elektron dan H2 sebagai donor elektron.

b.                  Crenarchaeota dari lingkungan submarine vulkanik
Pyrodictium dan Pyrolobus tumbuh optimum pada temperatur diatas 100C. Pyrodictium bersifat anaerob, kemolitotrof yang menggunakan H2 dengan S0 sebagai akseptor elektron. Pyrolobus atau Strain 121 bersifat anaerob, kemolitotrof dan autotrof yang menggunakan Fe3+ sebagai akseptor elektron dan H2 sebagai donor elektron. Desulfurococcus adalah organisme pereduksi S0 secara anaerob dan kurang termofilik dibandingkan Pyrodictium. Ignicoccus adalah novel hyperthermophile karena mengandung membrane luar yang mirip dengan bakteri Gram negative. Staphylothermus bersifat kemoorganotrof, mendapatkan energi dari fermentasi peptide dan menghasilkan asam lemak asetat dan isovalerat.

c.                   Crenarchaeota dari habitat non-termal dan nitrifikasi pada Archaea
Crenarchaeota nontermofilik diidentifikasi dari sampel gen rRNA spesies pada lingkungan marine dan terrestrial yang memiliki temperatur tinggi(panas) hingga rendah (dingin). Marine Crenarchaeota mencakup 40% dari seluruh prokariot yang hidup di laut dalam, dan memiliki peranan penting dalam siklus karbon secara global. Fisiologi jenis ini masih dalam penelitian.

III. Evolusi dan Kehidupan pada temperatur tinggi

Black smokers mengeluarkan cairan hydthermal vent pada temperatur 250-350°C atau lebih,  membentuk metallic mound atau chimneys. Para pakar memprediksi bahwa batas atas temperatur  untuk prokariot adalah 140° C bahkan 150°C, dan temperatur maksimum yang masih memungkinkan survival tanpa adanya pertumbuhan. Banyak enzim dari spesies hipertermofil yang mengandung sifat struktur utama yang sama, baik pada struktur primer maupun sekunder.untuk menjaga kestabilan DNA pada temperatur tinggi, diperlukan beberapa mekanisme antara lain dengan meningkatkan level larutan sel, DNA-binding protein yang mengikat  DNA menjadi struktur seperti nukleosom dan mempertahankan DNA dalam bentuk dsDNA, dan stabilitas rRNA. Metabolisme kemolitotrof berdasarkan pada H2 sebagai donor elektron ditemukan pada sebagian besar prokariot yang toleran terhadap panas tinggi.


Sumber:
Madigan, MT et al. 2009. Brock Biology of Microorganisms 13th edition. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings . halaman 584-610.