Sabtu, 29 Januari 2011

Bunga Gurun dari Saudi Arabia

Sangatlah tidak benar jika dikatakan bahwasanya Arab Saudi adalah negara yang nyaris tanpa vegetasi dan tanah tandus belaka… Sebenarnya, kita masih bisa menjumpai daerah yang semisal dengan Indonesia di sana, yaitu di provinsi Baha dan Asir yang termasuk ke dalam daerah beriklim tropis. Pun kita dapat menjumpai puncak gunung dengan sedikit salju di atasnya pada waktu musim dingin yang ekstrim, yaitu di daerah ‘Ar’ar.
Variasi iklim tersebut, tentunya turut mewarnai keanekaragaman hayatinya, tentu saja tetap didominasi oleh nuansa iklim gurun…
Berikut ini ada beberapa jenis bunga gurun.. :))
***
Echinops sp.
Merupakan tanaman berduri, sesuai dengan nama latinnya, tingginya bisa mencapai 1 m. Foto diambil oleh Mohammad Nowfal di daerah Dirriyah, 40 km arah barat laut Riyadh.
***
Cassia italica
Kek sejenis ma tanaman kacang polong-polongan yaa… Diambil gambarnya di daerah Al Hair, Wadi Hanifah.
***
Convolvulus cephalopadus
Tingginya bisa mencapai 40 cm, nama lokalnya adalah Rakham, diambil di daerah Al Kharj, 90 km selatan dari Riyadh.
***
Convolvolus arvensis
Mempunyai kesamaan genus dengan tanaman di atas, hanya bedanya ini merupakan jenistanaman merambat. Nama lokalnya adalah Ulleq Maddad, diambil di Al Ammariyah, 15 km sebelah utara Al Dirriyah.
***
Achillea biebersteinii
Tanaman berdaun tegak, setinggi 35 cm, kemarin kujumpai juga ditanam di villa, bunganya wangi… biasanya tumbuh bergerombol. Nowfal ambil gambarnya di Ragbah, 160 km arah barat laut Riyadh.
***
Cistanche phelypaeaa
Cantik tapi…hhuuuu…. Nowfal menyebutnya tanaman parasit… :lol:   diambil di Laila al Aflaj, 265 km arah selatan Riyadh.
***
Anthemis deserti
Semacam bunga krisan, tumbuh di sekitar wadi pada saat musim semi, tingginya mencapai 20 cm… Diambil di Sha’ib Awsat 50 km barat daya Riyadh.
***
Anvillea garcini
Tumbuhan perennial (tumbuh sepanjang tahun) dengan tinggi mencapai 60 cm, berbunga pada waktu musim semi. Diambil gambarnya di Rawdat Khureem, 110 km timur laut Riyadh.
***
Dipterygium glaucum
Tumbuhan semak, berbunga kecil pada saat musim semi, terutama setelah hujan mengguyur bumi Saudi… Diambil di Sha’ib Awsat, 50 km barat daya Riyadh.
***
Teucrium oliverianum
Tumbuhan semak dengan tinggi mencapai 40 cm, tumbuh di sekitar wadi dan tanah berlumpur… Nama lokalnya adalah Qasba’a. Diambil gambarnya di Tumair 160 km timur laut Riyadh.
***
Rhazya stricta
Diambil gambarnya di Tumair, tingginya bisa mencapai 60 cm.
***
Centaurea pseudosinaica
Diambil gambarnya di Sha’ib Awsat.
***
Bunga gurun lainnya yang belum terdeteksi nama ilmiahnya:
Source: www.splendidarabia.com (Mohammad Nowfal)

http://ilikesunflower.wordpress.com/2010/02/15/keanekaragaman-flora-arab-saudi-bunga-gurun/

Mulailah Hidup Sehat dengan Membiasakan Mencuci Tangan

eramuslim - 'Sebelum kita makan, cuci tangan dahulu, jagalah kebersihan agar
sehat selalu. Banyak-banyak makan jangan ada sisa, ayo kita makan bersama...'
Petikan lagu yang biasa dinyanyikan siswa taman kanak-kanak ketika hendak mulai
memakan makanan mereka yang dibawa dari rumah mengisyaratkan bahwa cuci
tangan itu menjaga kebersihan dan supaya badan sehat selalu.
Kendati cuci tangan bukanlah suatu pekerjaan yang sulit, namun tidak semua
orang mau melakukannya. Bahkan, malah sebagian orang menganggapnya
sebagai hal yang tidak penting dalam pemeliharaan kesehatan.
Sebuah survey yang dilakukan Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS) terhadap 1.800
responden di Lampung, Makassar dan Bandung Agustus 2004, masyarakat lebih
banyak menghubungkan kebiasaan itu dengan kebersihan secara harfiah jika
dibandingkan dengan pemeliharaan kesehatan pribadi.
Pengertian bersih pun hanya sebatas tidak terlihat kotor dan tidak berbau busuk
sehingga mereka hanya mencuci tangan dengan sabun kalau air sudah tidak
mampu membersihkannya. Padahal jari-jari tangan, merupakan salah satu jalan
masuknya kuman ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan berbagai macam
penyakit, khususnya diare yang menurut data dari World Health Organization (WHO)
membunuh dua juta anak setiap tahun.
Mencuci tangan dengan sabun dapat mengurangi insiden diare sebanyak 42-47
persen, atau sama dengan menyelamatkan satu juta anak di dunia dari diare. Di
samping itu, mencuci tangan dengan sabun merupakan kebiasaan yang
seharusnya ditanamkan sejak dini mengingat anak-anak umumnya lebih rawan
mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan orang dewasa. Hal itu
perlu dilakukan karena anak-anak adalah pondasi bagi pembangunan kesehatan
masyarakat pada masa mendatang.
Seperti kata pepatah, "memindahkan gunung lebih mudah dari pada mengubah
perilaku seseorang", demikian pula dengan kebiasaan berperilaku hidup sehat.
Akan lebih mudah mulai menanamkan kebiasaan ini pada anak dibandingkan
mengubah perilaku orang dewasa. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
adalah bagian dari perilaku hidup sehat yang merupakan salah satu dari tiga pilar
pembangunan di kesehatan yakni perilaku hidup sehat, penciptaan lingkungan
yang sehat serta penyediaan layanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat.
Perilaku hidup sehat yang sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun pun
menurut dia merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pemeliharaan kesehatan pribadi dan pentingnya berperilaku
hidup bersih dan sehat. Ia juga berharap kampanye mencuci tangan dengan
sabun sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk memasyarakatkan
perilaku hidup sehat, karena untuk membuat sesuatu yang besar kadang "kita"
memang harus memulainya dari hal-hal kecil. Tidak salah memang jika para ibu
selalu meminta agar selalu membersihkan tangan, makanan sayuran dan tidur
dengan teratur. Menurut sejumlah dokter dan ahli nutrisi kebiasaan baik itu bisa
menghindarkan seseorang dari penyakit flu. Menurut Dr R Michael Gallagher,
kebiasaan itu setidaknya bisa menjadi hal yang terbaik untuk kesehatan seseorang.
Ia menjelaskan bahwa kebiasaan untuk hidup sehat, diet yang seimbang serta
istirahat yang cukup merupakan sebuah hal yang mampu menjaga kesehatan
seseorang untuk terkena flu. Menyebarnya flu burung memang telah membuat
sejumlah pihak kembali berusaha menerapkan kebiasaan hidup yang sehat.
Karena sejauh ini flu burung itu belum bisa diobati dan telah menyebabkan
kematian di sejumlah negara.
"Menjaga kebiasaan sehat mungkin akan menjadi hal yang terbaik bagi anda
sendiri," tegas ahli fisik dari University of Medicine and Dentistry of New Jersey's
School of Osteopathic Medicine ini. Dr Gallagher juga memperkirakan bahwa
orang yang bekerja terlalu keras dan kurang melakukan keseimbangan nutrisi
merupakan mereka yang akan terkena lebih besar terkena flu.
Selain tidur cukup (7-8 jam sehari), menjaga stress merupakan sesuatu yang penting
juga diperhatikan. "Karena terlalu banyak stress bisa merusak sistem kekebalan
tubuh," jelasnya.
"Apa yang anda lakukan dalam kebiasaan sehat itu merupakan upaya untuk
memutus transmisi flu dan kebiasan itu biasanya telah disampaikan oleh ibu kita
sejak kecil," tambah Dr. Mitchell Cohen.
Ahli dari the federal Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ini
menambahkan bahwa mengurangi sentuhan tangan ke mata, hidung atau mulit
juga bisa menjadi sesuatu yang penting untuk terhindar dari flu. Karena jika tangan
tidak bersih sentuhan itu bisa membawa infeksi yang tidak lain adalah flu. Sebuah
virus bisa bertahan hidup selama lima jam sejak ia menjangkiti dari sentuhan.
Dr Ron Davis dari American Medical Association merasa yakin sanitasi yang baik
merupakan sesuatu yang bisa menjadi alternatif jika sabun dan air kurang tersedia.
Untuk menjaga kekebalan tubuh, seseorang sebaiknya mengkonsumsi ikan yang
memiliki kandungan vitamin A, C dan E, susu dan buah-buahan.
Para dokter dan ahli nutrisi berharap pesan yang mereka sampaikan setidaknya
bisa membuat orang berhati-hati karena kebanyakan orang sering mengabaikan
setidaknya untuk mencuci tangan. (to/berbagai sumber)

Dampak Orang Tua Perokok terhadap Anak-Anaknya

eramuslim - Bagi orang tua perokok, berhati-hatilah karena asap rokok yang anda
hembuskan itu sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar anda, terutama bagi
anak-anak. Mereka memiliki risiko paling besar akibat asap rokok yang anda
hembuskan.
Laporan dari Dr. Paolo Vineis seperti yang dilansir oleh The British Medical Journal
menyatakan, anak-anak memiliki resiko paling besar dari para orangtua perokok.
Kendati dampak perokok pada non-perokok (perokok pasif) sudah lama diketahui.
Tapi, bahaya mengenai orangtua perokok pada kesehatan anak-anak baru kini
mengemuka. Dari penelitian yang dilakukan oleh Dr Paolo Vineis disejumlah negara
Eropa diketahui bahwa anak-anak mengalami dampak paling tinggi.
Yaitu sekitar tiga kali lipat terkena kanker paru-paru dan masalah yang
berhubungan dengan pernafasan lainnya dari orangtua yang perokok. Dr Paolo
menyebut hasil penelitiannya kali ini sangat berbeda dengan penelitian dampak
rokok pada kesehatan manusia. Dr. Paolo Vineis merupakan seorang profesor dari
Imperial College London (Inggris). Selama hampir tujuh tahun, Dr Paolo melakukan
penelitian atas 123.000 orang dari 10 negara Eropa yang diketahui menjadi perokok
pasif. Dalam kurun itu, 97 orang kemudian diketahui terkena kanker paru-paru, 20
terkena masalah dengan pernafasan dan 14 meninggal.
Resiko anak-anak terkena kanker paru-paru mengalami kenaikan sampai 3.6 kali
dari orangtua perokok, karena anak-anak ini telah menjadi seorang perokok pasif.
Secara keseluruhan penelitian juga menunjukan resiko terkena penyakit yang
berhubungan dengan paru-paru akan mencapai 30% bagi anak-anak perokok
pasif ini.
Angka itu akan lebih tinggi dibandingkan dengan resiko para perokok yang sudah
pensiun dari merokok. Di AS sekitar 1900 hingga 2700 kasus kematian pada jabang
bayi yang dikarena mereka merupakan perokok pasif. Tidak heran, Dr Paolo pun
menyarankan agar sejumlah negara mulai memperkenalkan hukum untuk
melindungi para perokok pasif ini.
Merokok di rumah memang tidak dilarang, namun Dr. Paolo menyarankan orang
tua seharusnya tidak merokok di rumah saat anak-anak mereka berada di
sekitarnya. Dr. Norman Edelman memberikan saran lain bahwa seandainya harus
merokok disarankan untuk tidak merokok di ruangan tertutup. Penelitian di Amerika,
malah lebih mengejutkan lagi, bila selama ini rokok hanya dianggap berbahaya
bagi kesehatan, tapi hasil penelitian terbaru di Amerika ini menunjukkan bahwa
bahaya rokok lebih buruk daripada itu. Rokok mempunyai efek pada seluruh organ
yang ada dalam tubuh, karena racun yang ada dalam rokok akan ikut dalam
aliran darah dan beredar ke seluruh tubuh.
Banyak penyakit yang tidak pernah diduga sebelumnya, juga dapat disebabkan
oleh rokok seperti penyakit ginjal, katarak, kanker usus dan leukemia, kanker mulut
rahim, pankreas, lambung, radang paru. Beberapa penyakit lainnya diduga juga
disebabkan oleh rokok, walaupun perlu pembuktian lebih lanjut, seperti kanker usus
besar, kanker hati, prostat dan disfungsi ereksi. Pada wanita, selain faktor keturunan,
merokok juga dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Sedang penyakit yang
sudah sering dihubungkan dengan rokok antara lain kanker usofagus, laring, paruparu,
kandung kemih, penyakit jantung, gangguan reproduksi, osteoporosis dan
penyakit paru kronis.
Di Amerika Serikat sendiri, setiap tahunnya diperkirakan terjadi kematian sekitar
440.000 orang akibat rokok, dan usia harapan hidupnya akan turun sekitar 13,2
tahun untuk laki-laki dan 14,5 tahun untuk wanita. Belum lagi biaya yang harus
dikeluarkan untuk perawatan di rumah sakit dan hilangnya produktifitas akibat sakit.
Walaupun para perokok banyak yang mengetahui bahaya dari rokok tapi sedikit
dari mereka yang mencoba untuk berhenti merokok. Dan pada saat mereka telah
menderita sakit, baru menyadari hal tersebut dan baru mencoba untuk berhenti,
mungkin itu sudah terlambat.
Lain lagi hasil penelitian di Inggris, hasil penelitian itu mengungkapkan bahwa
seorang perokok, akan mengalami masalah ingatan pada usia pertengahan. Mulai
pada awal usia 40 hingga 50 tahun, perokok akan mengalami penurunan daya
ingat secara cepat, dibandingkan dengan bukan perokok. Penelitian yang
dipublikasikan dalam American Journal of Public Health menunjukkan hubungan
yang antara rokok dan pikun tampak lebih kuat pada orang yang merokok lebih
dari 20 batang setiap harinya. Penelitian ini melibatkan 5.362 orang yang rata-rata
berusia diatas 40-an.
Dr. Marcus Richards mengatakan penyebab rokok mempercepat hilangnya daya
ingat masih belum jelas. "Kami menduga, rokok bisa mempercepat gangguan
memori dengan meningkatkan resiko hipertensi, alternatif lainnya, bahan kimia
dalam rokok sigaret juga bisa merusak otak secara langsung. Apapun alasannya,
hasil penelitian ini sudah jelas, Ini adalah salah satu alasan agar orang berhenti
merokok." Jelasnya
Jadi, jelas bahwa rokok sama sekali tidak ada manfaatnya. Bahkan merusak
semuanya, baik perokok itu sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Tak heran, jika
ruang gerak untuk perokok di negeri barat semakin diperkecil guna menghindari
dampak yang luar biasa itu. (to/berbagai sumber)

Ka'bah bukan Berhala, Mengapa Umat Islam Menyembahnya?

Bismillahirrahmaanirrahiim..

Ada banyak pertanyaan ketika seorang muslim yang bertauhid kepada Tuhan dan tidak menyekutukannya dengan benda apapun ditentang oleh kaum lain.
Pertentangan ini disebabkan acuan muslim yang menolak menyembah berhala namun sholat justru menyembah sebuah rumah batu berbentuk kotak yang disebut Ka’bah.
Tentu bagi sebagian muslim yang belum memiliki iman kuat akan terpancing keragu- raguannya akan kebenaran Islam.
Di sini saya akan menjelaskan perbedaan penyembahan berhala oleh umat lain, baik dalam bentuk pemujaan terhadap patung maupun pemujaan terhadap benda-benda lain yang diyakini merupakan manifestasi Tuhan. Umat Islam diwajibkan bersholat 5 waktu sehari, sholat adalah amalan utama dalam Islam, tidaklah seorang muslim akan ditanya perkara lain di hari kiamat kecuali akan ditanya terlebih dahulu tentang sholatnya. Barangsiapa yang sholatnya baik maka baik pula amalan hidupnya. Tetapi jika sholatnya buruk maka buruklah semua amalannya, jadi percuma jika seorang muslim yang dermawan dan baik hati tapi lalai dalam bersholat.
Kembali pada permasalahan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam yang selama ini ‘diserupakan‘ oleh umat lain sebagai bentuk penyembahan terhadap berhala, ternyata merupakan anggapan yang sangat salah.
Dalam pandangan umat lain, Nasrani  / Hindu misalnya, penyembahan mereka kepada salib tidak ditujukan kepada patung / salib tersebut tapi salib tersebut merupakan lambang / icon / simbol dari Tuhan mereka yang dihadirkan dalam bentuk fisik. Jadi mereka menyembah benda-benda itu bukanlah pada bendanya, tapi supaya mereka dapat lebih terfokus dalam menyembah Tuhannya. Bukankah sama saja dengan muslim yang sholat menghadap Ka’bah, mereka tidak menyembah Ka’bah tetapi supaya lebih terfokus dalam sholatnya. jadi pada dasarnya, Islam dan non muslim itu sama-sama membutuhkan manifestasi Tuhan dalam bentuk fisik yang dapat kita lihat supaya lebih yakin akan keberadaannya.
Sekali lagi saya ingatkan hal ini merupakan kekeliruan para orientalis dalam memaknai arti Ka’bah bagi seorang muslim. Ka’bah merupakan kiblat umat Islam, yang dimaksud kiblat itu adalah pusat, tetapi apakah pusat ini? Pusat penyembahan paganisme versi muslim? Oh bukan …
Seorang ilmuwan keturunan Palestine bernama Yasin As-Syauk menemukan bahwa Makkah ternyata merupakan poros bumi, dan hendaknya inilah tempat yang berhak menjadi tempat penentuan waktu dunia menggantikan kota Greenwich. Ini memperkuat penemuan-penemuan para Ilmuwan sebelumnya tentang hal serupa.
Bulan April Kemarin bertempat di Doha, Qatar, berlangsung hajatan ilmiah penting bagi dunia Islam. Sejumlah ilmuwan dan ulama Islam berkumpul, mendiskusikan kemungkinan mengalihkan perhitungan waktu yang sudah baku selama ini, dari mengacu pada Greenwich Mean Time (GMT) sebagai meridian nol, berganti menjadikan Makkah sebagai awal mula perhitungan waktu.
Konferensi ilmiah yang dibuka oleh Dr. Yusuf Qaradhawi itu bertajuk: ”Makkah Sebagai Pusat Bumi, Antara Praktik dan Teori”. Selain Yusuf Qaradhawi, hadir pula sebagai pembahas geolog Mesir, Dr. Zaglur Najjar, yang juga dosen ilmu bumi di Wales University, Inggris; dansaintis yang memelopori jam Makkah, Ir Yaseen Shaok.
Terkait Mekah sebagai pusat bumi, DR. Zaglul Najjar, dosen ilmu bumi di Wales University di Inggris mengatakan hal itu memang benar berdasarkan penelitian saintifik yang dilakukan olehDR. Husain Kamaluddin bahwa ternyata Mekah al-Mukarramah memang menjadi titik pusat bumi. Hasil penelitian itu dipublikasikan oleh The Egyptian Scholars of The Sun and Space Research Center yang berpusat di Kairo itu. Penemuan ini sekaligus menggambarkan peta dunia baru, yang dapat menunjukkan arah Mekah dari kota-kota lain di dunia.

Konferensi itu dilangsungkan untuk memperkenalkan Saat Makkah (jam Mekah). Penemu jam MEKAH ini, Yasin a-Shouk, mengatakan, jam Mekah bergerak berlawanan dengan arah jarum jam dalam direksi Thawaf, rotasi keliling Ka’bah. Masihkah ini menjadi sebuah kebetulan lagi bagi para orientalis?
Penemu asal Palestina yang bermarkas di Swiss, mengatakan bahwa penemuannya ditentang orang banyak, dan memakan waktu 4 tahun untukmendapatkan hak paten.
Moderator konferensi itu, Rabaa Hamo, yang juga istri penemu jam itu mengatakan, “Barat memaksakan kepada kami garis Greenwich sebagai patokan waktu.”

Ia berharap bahwa sebuah negara Islam akan mengadopsi proyek itu untuk menguatkan kepercayaan bahwa Makkah adalah pusat dunia, tidak secara teoritis tetapi secara praktis.
Makkah, tempat Ka’bah berada, disimpulkan merupakan ‘pusat bumi‘. Ini sekaligus membuktikan bahwa bumi berkembang dari Makkah. Sebagaimana lazim diketahui, setiap tahun jutaan umat Islam sedunia mendatangi Ka’bah di Makkah untuk melaksanakan haji. Dalam salah satu prosesi thawaf, jutaan umat Islam mengelilingi Ka’bah, dengan arah berlawanan jarum jamArah itu bertentangan dengan lazimnya perputaran waktu sesuai perhitungan Greenwich.
Penelitian menggunakan program komputer oleh Hosien, sebelumnya juga pernah dilakukan menggunakan perhitungan matematika sederhana oleh ilmuwan Islam, Abi Fadlallah Al-Emary, yang meninggal pada 749 H. Peta itu kemudian diabadikan di kitabnya Masalik Al Absar Fi Mamalik Al Amsar.
Peta yang melukiskan arah kiblat, Makkah, juga dibuat pemikir Islam, Al-Safaksy (meninggal pada 958 H), menggunakan perhitungan astronomi. Hasil kajian dua ilmuwan itu juga membuktikan bahwa Makkah adalah ‘pusat bumi’.
Kembali ke konferensi di Doha, seperti dilansir BBC, salah satu pembahas menjelaskan, Makkah berada di titik lintang yang persis lurus dengan titik magnetik di Kutub Utara.

Kondisi ini tak dimiliki oleh kota-kota lain, bahkan Greenwich yang ditetapkan sebagai meridian nol.
Apalagi, tutur geolog tersebut, penetapan Greenwich sebagai mula perhitungan waktu dilakukan oleh Inggris yang kala itu merupakan kekuatan kolonial super power dunia. Karenanya, sangat wajar, jika Makkah ditetapkan sebagai titik nol meridian, menggantikan Greenwich.
Sementara itu, ulama Dr. Syeikh Yusuf Al-Qaradawy mengatakan, sains modern akhirnya menunjukkan bukti bahwa Makkah berada di pusat bumi yang sebenarnya, yang sekaligus merupakan bukti tentang keagungan arah Kiblat.
Konperensi di Qatar itu juga membahas temuan seorang Muslim Perancis yang disebut arloji Makkah. Arloji itu dilaporkan berputar berlawanan dengan arah jarum jam — yang biasanya berputar ke kanan — dan juga bisa menunjukkan arah Kiblat dari tempat manapun di dunia.
Konperensi Qatar merupakan bagian dari upaya dunia Islam untuk mencari bukti-bukti mengenai sains dari kitab suci Al-Quran.
Kecenderungan ini disebut Ijaz Al-Quran yang artinya adalah ‘keajabaiban kitab suci’.
Pembuktian bahwa Kabah merupakan poros bumi dapat kita buktikan dengan adanya zero magnetism area pada kutub utara dan selatan bumi ini. Di tempat itulah sebuah kompas tidak akan menunjukkan arah utara karena telah berada di zero magnetism area.
Bagaimana dengan Ka’bah? Seseorang yang tinggal lama di Makkah dan senang melakukan thawaf(mengelilingi kabah) akan lebih sehat, karena tidak banyak dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.
Jadi sholat yang menghadap kiblat ini bukanlah untuk menyembah Ka’bahnya atau untuk memanifestasikan bentuk fisik Tuhan tetapi karena di sanalah letak poros bumi. Tempat dimana bumi berpusat dan umat Islam menjadikannya sebagai acuan tempat untuk menentukan arah sholatnya di seluruh dunia. Jadi ada persamaan visi dalam sholat, dalam konteks menyatukan kekuatan umat.
PENEMUAN DARI LUAR ANGKASA

Penemuan para astronot bahwa bumi mengeluarkan semacam radiasi yang bersifat infinity (tidak berujung) dari salah satu bagian tubuhnya dan pusat dari radiasi
itu adalah Ka’bah. Radiasi ini bahkan tertangkap kamera dari pengambilan gambar di planet Mars. Ilmuwan muslim yakin ini lah radiasi yang menghubungkan Ka’bah
dunia di Makkah dengan Ka’bah akhirat.


Nabi Muhammad pernah menyatakan dalam sebuah hadits
“Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam”. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) )

Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut. Hajar Aswad (dari Ka’Bah) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.
Jika anda seorang muslim dan ditanyakan mengapa anda menyembah Ka’bah, anda sekarang dapat menambahkan penemuan ilmuwan Perancis tersebut untuk lebih menguatkan iman anda bahwa Ka’bah bukanlah manifestasi Tuhan yang diberhalakan oleh umat muslim, tetapi karena ia adalah kiblat / poros dari bumi.

Dari Ali rhodiyalloohu ‘anhu; Nabi Sholalloohu ‘alaihi wassalam bersabda, “Allah berfirman; apabila Aku menghendaki kerusakan dunia (kiamat) maka Aku mulai dengan rumahku (Ka’bah), lalu dunia mengiringinya.”
Dalil ini menyatakan bahwa Ka’bah akan menjadi tempat pertama yang akan hancur pada hari kiamat adalah kota Makkah, lalu menyebar keseluruh dunia, seperti putaran
roda yang dihantam porosnya, dunia ini akan hancur berantakan.
Pakar Islam, Zaghloul al-Najjar, mengatakan, Barat tidak suka bukti-bukti sains bahwa “Makkah terletak pada pusat planet kita, tapi kami akan tetap melanjutkan riset kami untuk mencari kebenaran”.

di kutip dari sebuah blog.

Selasa, 25 Januari 2011

Istriku itu..

Berikut ini cuplikan kisah dari seorang ayah yang begitu mampu menggambarkan kebahagiannya mendapatkan istri yang shalihah.. 
semoga diriku pun bisa menjadi istri sholehah, yang bisa membuat Dirinya bersyukur atas adanya diriku disampingnya.. amin. 



"Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri shalehah." (HR Muslim dan Ibnu Majah)
Seorangayah.wp.com, Udara dhuha itu begitu cerah, secerah wajah seorang suami yang sedang berbunga-bunga. Sesaat setelah dhuha, dia duduk di meja kantornya, menghadapai komputer yang tetap setia menemani. Sesekali wajahnya di tengok-kan ke sebelah kiri ke jendela, memandang arus lalu lintas di Jalan Gatot Subroto, “Ehm…masih lancar gumamnya”. Sambil memandang ke Jalan Gatot Subroto dari lantai 11, fikirannya hanya terbayang wajah cantik sang kekasih hati, bidadarinya, yang sudah hampir tiga tahun ini, setia menemani dalam suka dan duka.
Seorang sahabat menepuk pundaknya, “Kok senyam-senyum sendiri?” sambil mendekat duduk kepada pemuda yang berstatus ayah muda itu. “Iya, sedang memikirkan kekasih hati”, jawabnya sambil tetap senyam-senyum sambil menatap jalanan Gatot Subroto yang perlahan padat merayap.
“Adakah yang kau pikirkan dengan kekasih hatimu itu?” Tanya rekan kerja yang memang sejak awal masuk sudah menjadi teman ngobrolnya itu. “Iya, saya sedang berfikir, apakah istri saya itu istri shalihah?” curhatnya sambil memindahkan arah pandangan ke arah kuningan, dan yang tampak hanyalah barisan gedung Wisma Karya, RNI dan gedung lainnya. “Memangnya istri kamu kenapa?” sahabatnya bertanya dengan intonasi menyelidik, dan memang karena mereka sudah seperti saudara, maka perbincangan-pun berlanjut.
Istriku itu…
Jika ia lebih awal bangun dan itu belum waktu shalat Shubuh, biasanya ia membangunkanku dengan lembut, tangannya yang halus, mungil serta putih itu menyentuhku perlahan, dan ketika ku buka mata ini, tampaklah wajah cantik nan ayu sudah tersenyum manis. Dan terucaplah kata-kata lembutnya : “Sholat Tahajud Yuuk”, sambil memberi “sun” saya langsung bergegas menuju tempat wudhu, sesampainya di kamar, bidadari manisku itu sedang menunggu untuk shalat bersama. Dengan balutan mukena yang bercorak border pink dengan warna dominant putih, wajah putihnya kian cantik dan begitu sejuk di pandang, “Ya Allah…jadikanlah wanita ini menjadi penghulu para bidadari di Syurga nanti” do’aku dalam hati.
Istriku itu…
Selalu saja mengingatkanku untuk jangan lupa sarapan, terutama dengan menu wajib nasi, dan tahukah sahabat…sejak menikah sampai hari ini, kebiasaan makan pagi/sarapan dengan nasi menjadi sebuah kewajiban bagiku darinya, dan tentunya, setiap sajian yang kekasihku berikan, selalu saja ku santap dengan lahap…
Dan setiap pagi, selalu saja tersedia nasi putih dengan lauk sederhana di meja makan kami, makasih ya Shalihah…
Istriku itu…
Jika sudah jam pulang, selalu saja “merindukanku” dengan telepon atau sms yang berbunyi “posisi abi di mana?” ehm…suaranya ituloh…seperti memintaku untuk segera pulang dan melihat wajah putihnya yang begitu putih, walaupun dia tidak dandan.
Pernah suatu ketika, saat pulang kantor, hujan deras, jalanan macet di mana-mana dan efek lainnya, bus arah Tangerang yang biasanya saya naiki belum juga datang, menunggu hampir dua jam dan tiba-tiba ada miscal…niiit…niiit suara handphone yang memang sengaja saya setting sebagai tanda bahwa bidadariku menelepon, langsung saja ku telepon balik,
“Assalaamu’alaikum, ada apa shalihah”
“Abi di mana?”
“Masih nunggu mobil, rindu ya? Tadi hujan deras, jadi jalanan macet”
“Abi sudah makan belum?, nanti perutnya sakit loh”, ku lihat jam tangan dan jarum jam menunjukkan pukul 20.30
“Iya, Insya Allah”
Betapa merindunya ia dan begitu juga diriku yang merindukannya.
Istriku itu…
Selalu saja mematuhi setiap apa yang saya minta, tentunya hal-hal kebaikan dong.
Pernah suatu ketika saya bertanya, kenapa jika saya meminta sesuatu -tentunya yang beliau sanggup lakukan dan dalam frame kebaikan- selalu saja di turuti dan dilakukan dengan cepat.
Contohnya adalah tentang masalah anak kami yang pertama.
“Abi, nanti klo bunda kerja, siapa yang jaga Qori?”
“Shalihah…kita mengetahui bahwa abi bekerja, pun jika dititip ke neneknya, neneknya juga bekerja, pilihan terakhir adalah, Qori bunda bawa kerja, bisakan?”
“Iya deh, bismillah”
Dan muncullah ungkapan adik perempuanku soal istriku,
“Subhanallah ya, Bunda Qori, dalam keadaan hamil 8 bulan, saat bekerja masih harus membawa Qori bekerja dengan jarak perjalanan 7 Km (PP jadi 14 Km), naik turun mobil angkot lagi”
Dan saya hanya merespon dengan senyuman dan bersyukur kepada Allah atas karunia Istri Shalihah ini…
Ya Allah…
Mudahkanlah proses kehamilan istriku dan sehatkanlah Ia…
Sehatkanlah ia dan janin yang sedang dikandungnya…
Mudahkanlah proses kelahirannya…
Berilah kesempurnaan fisik, aqal, fikir dan ruhyi anak kedua kami ya Allah…
Mudahkanlah urusan dunia dan akhirat kami ya Allah…
Jadikanlah kami hamba-hambaMu yang Sabar dan Pandai Bersyukur…
Di antara ciri istri shalehah adalah, pertama, melegakan hati suami bila dilihat. Rasulullah bersabda, ''Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah. Yaitu, taat bila diperintah, melegakan bila dilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi.'' (HR Ibnu Majah).
#Seorangayah
#Selatan Jakarta, Lantai 11 Gatot Subroto

Jadilah yang di Inginkannya

Terikatnya jalinan cinta dua orang insan dalam sebuah pernikahan adalah perkara yang sangat diperhatikan dalam syariat Islam yang mulia ini. Bahkan kita dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan candaan atau main-main.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة
“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.’” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah)
Salah satunya dikarenakan menikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan seumur hidup, insya Allah. Jika demikian, merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa orang yang hendak menikah diperintahkan untuk berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup.
Sungguh sayang, anjuran ini sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Sebagian mereka terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan semacamnya, sehingga mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa memperhatikan bagaimana keadaan agamanya. Sebagian lagi memilih pasangannya hanya dengan pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita cantik untuk dipinang tanpa peduli bagaimana kondisi agamanya. Sebagian lagi menikah untuk menumpuk kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya untuk mendapatkan hartanya. Yang terbaik tentu adalah apa yang dianjurkan oleh syariat, yaitu berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam memilih pasangan.
Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)
Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)
Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.
Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala,
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)
Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits,
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita?
3. Menyenangkan jika dipandang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya,
وان نظر إليها سرته
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أنظرت إليها قال لا قال فاذهب فانظر إليها فإن في أعين الأنصار شيئا
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)
4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)
Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,
تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202)
Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami
Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت‏:‏ أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت‏:‏ إن أبا الجهم ومعاوية خطباني‏؟‏ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏:‏‏”‏أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه‏
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تعس عبد الدينار، والدرهم، والقطيفة، والخميصة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط لم يرض
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari).
Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32)
Kriteria Khusus untuk Memilih Istri
Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah:
1. Bersedia taat kepada suami
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34)
Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani)
Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini.
2. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya
Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤسهن كأسنة البخت المائلة لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll.
Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.
3. Gadis lebih diutamakan dari janda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عليكم بالأبكار ، فإنهن أعذب أفواها و أنتق أرحاما و أرضى باليسير
“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani)
Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti  sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)
4. Nasab-nya baik
Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya.
Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.
Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,
الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجْرُ
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.
Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini.
Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.
Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
إذا هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…”
“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shaalihat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Maraji’:
  1. Al Wajiz Fil Fiqhi As Sunnah Wal Kitab Al Aziz Bab An Nikah, Syaikh Abdul Azhim Badawi Al Khalafi, Cetakan ke-3 tahun 2001M, Dar Ibnu Rajab, Mesir
  2. Panduan Lengkap Nikah dari A sampai Z, terjemahan dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif ilal Ya, Usamah Bin Kamal bin Abdir Razzaq, Cetakan ke-7 tahun 2007, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
  3. Bekal-Bekal Menuju Pelaminan Mengikuti Sunnah, terjemahan dari kitab Al Insyirah Fi Adabin Nikah, Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini, Cetakan ke-4 tahun 2002, Pustaka At Tibyan, Solo
  4. Manhajus Salikin Wa Taudhihul Fiqhi fid Diin, Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As Sa’di, Cetakan pertama tahun 1421H, Darul Wathan, Riyadh
  5. Az Zawaj (e-book), Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, http://attasmeem.com
  6. Artikel “Status Anak Zina“, Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. , http://ustadzkholid.com/fiqih/status-anak-zina/
***
Penulis: Yulian Purnama
Muroja’ah: Ustadz Kholid Syamhudi. Lc.
Artikel www.muslim.or.id

Kepakan Sayap Rumah Tangga

Islam telah membimbing kita dalam membangun rumah tangga, dimulai dari memilih pasangan hidup. Islam mengikat suami istri dalam ikatan kokoh, menentukan hak dan kewajiban, serta mewajibkan mereka menjaga buah pernikahan ini. Islam juga mengantisipasi segala problema yang dapat menghadang kehidupan rumah tangga secara tepat. Itulah kesempurnaan islam yang sangat indah.
Pernikahan! Kata itu sangat indah didengar tetapi keindahan di dalamnya harus serta-merta dibarengi dengan persiapan. Pernikahan berarti mempertemukan kepentingan-kepentingan dua individu dan bukan mempertentangkannya.
Ketika biduk rumah tangga telah berlayar, apa saja yang bisa Anda lakukan di dalamnya? Hari berlalu, pekan berlalu, bergantilah bulan. Tiba-tiba suatu hari Anda merasakan ada sesuatu yang tidak mengenakkan Anda. Anda mengamati sifat dan pasangan Anda selama beberapa pekan sejak pernikahan, ternyata ada yang tidak Anda sukai dan yang tidak Anda harapkan. Sejak saat itu, Anda menemukan bahwa rumah tangga tidak hanya berisi kegembiraan, namun juga tantangan, bahkan bisa juga ancaman. Seorang suami mungkin bertanya-tanya siapakah gerangan engkau wahai istriku? Demikian ia sering bertanya dalam hatinya. Sekian banyak hal-hal aneh dan asing yang ia temukan pada diri seorang ‘makhluk halus’ bernama istrinya itu. Demikian pula, pertanyaan itu muncul di benak sang istri. Seperti ia sedang dihadapkan pada sebuah laboratorium bernyawa, tengah ada banyak penelitian dan pelajaran yang bisa dieksplorasi di dalamnya. Ia menghadapi hari-hari yang berharga, pengenalan demi pengenalan, pengalaman demi pengalaman dan berbagai pertanyaan yang belum terjawabkan. Dulu waktu masih lajang, seorang muslimah yang belum pernah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, kini tiba-tiba dihadapkan pada seorang asing yang nantinya akan mengetahui banyak ‘rahasia’ dirinya. Ia seorang wanita yang ‘clingus’ menurut orang jawa, wanita yang tak berani ngobrol dan bercanda dengan lawan jenisnya, namun tatkala masuk ke jenjang pernikahan ia harus berhadapan dengan ‘dunia’ laki-laki. Kini, ia mencoba menyesuaikan irama kehidupan dirinya dengan sang suami. Ia mulai mengenal dunia laki-laki secara dekat tanpa jarak. Demikian pula hal-nya dengan sang suami.
Sebenarnyalah kesulitan yang dihadapi merupakan sesuatu yang wajar dan manusiawi. Betapa tidak! Pernikahan telah mempertemukan bukan saja dua individu yang berbeda, laki-laki dan perempuan, tetapi dua kepribadian, dua selera, dua latar budaya, dua karakter, dua hati, dua otak dan ruh yang hampir dapat dipastikan banyak ketidaksamaan yang akan ditemui oleh keduanya. Seorang manusia yang terkadang bisa saja tak paham akan suasana hatinya, sekarang malah dituntut untuk memahami hati orang lain?!
Kehidupan rumah tangga tak semuanya bisa dirasionalkan begitu saja, terkadang memerlukan proses kontemplasi yang rumit, memahami dunia baru, memahami suasana jiwa, logika, psikologis dan fisiologis yang bergulir bersama di dalam kehidupan rumah tangga. Kuliah S1 ternyata tak cukup membekali teori tentang ’siapakah laki-laki dan perempuan’ dalam tataran teoritis maupun praktis. Tentunya kita kurang mampu memahami dunia pasangan kita, kecuali menempuh pembelajaran dan saling membantu untuk terbuka kepada pasangannya tentang apa yang dirasakan, kepedihan duka, kegembiraan, kecemburuan, kekecewaan, kebanggaan, keinginan, dan jutaan determinasi perasaan lainnya. Saling mencintai memerlukan proses pembelajaran. Saling membantu mengajarkan tentang diri sendiri, bahwa aku adalah makhluk Allah yang punya keinginan dan mestinya engkau mengerti keinginanku. Akan tetapi bahasan verbal tak senantiasa berhasil mengungkap hakikat perasaan.
Menikah adalah pilihan sadar setiap laki-laki dan perempuan dalam islam. Seorang laki-laki berhak menentukan pasangan hidup sebagaimana perempuan. Jika kemudian sepasang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk saling menerima dan sepakat melangsungkan pernikahan, atas alasan apakah satu pihak merasa terpaksa berada di samping pasangan hidupnya setelah resmi berumah tangga??!! Sebelum terjadinya akad nikah, pilihan masih terbuka lebar, akan tetapi setelah adanya akad nikah, adalah sebuah pengkhianatan terhadap makna akad itu sendiri apabila satu pihak senantiasa mencari-cari keburukan dan kesalahan pasangannya dengan merasa benar dan bersih sendiri. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyucian diri, terlebih lagi tindakannya tersebut akan menumbuhkan benih-benih kebencian dalam hati terhadap seseorang yang telah menjadi pilihannya. Allah ta’ala berfirman:
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena walaupun dirinya membenci salah satu perangainya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya.” (HR. Muslim nomor 2672)
Imam An Nawawi mengatakan, “Yang benar, hadits ini merupakan larangan bagi seorang suami agar tidak membenci istrinya, karena apabila istrinya memiliki perangai yang tidak disenanginya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya, misalnya istrinya memiliki akhlak yang jelek, akan tetapi mungkin saja dia komitmen terhadap agama, memiliki paras yang cantik, mampu menjaga diri, lembut atau yang semisalnya.” (Syarh Shahih Muslim, 5/209).
Memang ada pilihan lain yang dicontohkan shahabiyah Habibah binti Sahl ketika menemukan kebuntuan dalam rumah tangga sehingga dirinya mengajukan khulu’. Nabi pun memberikan jalan keluar.(HR. Malik nomor 1032; Abu Dawud nomor 1900, 1901; An Nasaa’i nomor 3408; Ibnu Majah nomor 2047; Ahmad nomor 26173; dishahihkan oleh Al ‘Allamah Al Albani dalam Al Irwa’, 7/102-103, Shahih Sunan Abu Dawud nomor 1929).
Namun, cerai bukanlah jalan pertama yang harus ditempuh, sebab proses belajar menerima dan mencintai harus terjadi dan ditempuh terlebih dahulu. Karena tujuan kita menikah adalah ibadah, mengabdi pada Allah dan mencapai keridhoan-Nya. Sedangkan hasil akhir dari ibadah itu sendiri adalah mencapai tingkat ketakwaan atau pemeliharaan diri dari segala kemaksiatan, yang akan membawa pemiliknya merengkuh ridho Allah. Berbagai upaya akan ditempuh oleh orang yang ingin mencapai derajat ketakwaan, tidak terkecuali melalui pernikahan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَن
Bertakwalah kamu di manapun kamu berada, bila kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus, lalu pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi nomor 1910; dihasankan Syaikh Al Albani dalam Al Misykah nomor 5083, Ar Raudlun Nadhir nomor 855, Shahih wadl Dhaif Sunan At Tirmidzi, 4/487)
Setiap pasangan hendaknya merenungkan bahwasanya ketika mereka menikah, mereka tinggal menyempurnakan “setengah ketakwaan”, apakah “setengah ketakwaan” yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka hendak disia-siakan?
Mari kita belajar membentuk bahtera rumah tangga yang mampu berlayar merengkuh keridhoaan-Nya. Bertakwalah kepada Allah dalam setiap mengambil keputusan dan bersabarlah menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan kita, karena tak ada manusia yang sempurna, teruslah bermuhasabah diri. Mudah-mudahan dengan kesabaran kita, Allah akan memudahkan dan memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga kita. Teruslah berusaha melaksanakan semua kewajiban yang Allah bebankan pada kita dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada, Allah-lah sumber kekuatan kita, dengan mengharap ridha-Nya dan cinta-Nya. Berjanjilah, mulai hari ini, bahwa keindahan hidup rumah tangga pada mulanya berasal dari kesadaran anda akan janji besar ini! Dengan demikian, semoga kita mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dengan pasangan beserta anak-anak kita dalam jannah-Nya. Amiin.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id

Ketika Buah Hati Hadir

Mentahnik dan Mendo’akan Keberkahan Bagi Sang Bayi
Di antara petunjuk Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam menyambut sang buah hati adalah mentahnik (mengunyahkan kurma hingga lembut kemudian memasukkannya ke mulut bayi) dan mendo’akan keberkahan bagi sang bayi. Hal ini telah dikisahkan dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim, dimana Beliau mentahnik dan mendoakan anak Asma’ binti Abu Bakr yang baru dilahirkan, yaitu Ibnu Zubair. Bayi tersebut diletakkan di kaki Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Lalu Beliau mengunyah kurma dan menyuapkannya ke dalam mulut Ibnu Zubair. Makanan yang pertama kali masuk ke dalam badan Ibnu Zubair adalah ludah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu beliau mendo’akan keberkahan untuk Ibnu Zubair.
Khitan
Berkhitan adalah termasuk salah satu dari fitroh. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Lima hal termasuk fitroh: berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan dalam Majmu’ Fatawa bahwa pendapat yang paling kuat berkenaan dengan hukum khitan adalah khitan bagi laki-laki hukumnya wajib dan sunnah bagi perempuan.
Khitan ini lebih utama dilakukan ketika bayi berumur tujuh hari sebagaimana yang dilakukan Nabi pada al-Hasan dan al-Husain (HR. Thobroni dan Baihaqi). Di antara faedah khitan pada waktu kecil ini yaitu aurat akan lebih terjaga, apalagi jika sudah mencapai usia dewasa.
Sunnahkah Mengusap Kepala Bayi Dengan Darah Hewan Aqiqoh ?
Sebagian orang ada yang mengusap kepala bayi dengan darah aqiqoh (sembelihan kambing) padahal perbuatan ini telah dilarang dalam Islam sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits. Abdulloh bin Buroidah menceritakan dari ayahnya: “Pada masa jahiliyah dulu, apabila kami dikaruniai seorang anak, kami menyembelih kambing dan mengusapkan darahnya ke kepalanya (sang bayi). Tetapi tatkala Islam datang, kami menyembelih kambing, mencukur (rambut) kepala (sang bayi) serta mengusapnya (kepala sang bayi) dengan minyak wangi.” (HR. Abu Daud dan Al Hakim dalam Al Mustadrok. Dishohihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi). Dalam hadits ini nampak bahwa yang disyari’atkan adalah mengusap kepala bayi dengan minyak wangi, bukan dengan darah aqiqoh.
Adzan di Telinga Bayi ???
Sengaja sub-judul di atas diberi tanda tanya, agar para pembaca yang budiman memperhatikan hal ini baik-baik. Sebab, hampir tidak ada penulis yang membahas masalah ini kecuali mengatakan bahwa mengadzani bayi adalah sunnah.
Perlu ditegaskan, bahwa mengadzani telinga bayi tidak disyari’atkan karena seluruh riwayat tersebut lemah dan tidak dapat terangkat ke derajat hasan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh ahli hadits abad ini Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahulloh dalam Silsilah Ahadits Dho’ifah no. 321.
Mewaspadai Nama-Nama yang Dilarang
Diharamkan pemberian nama dengan:
  1. Kata “Abdu” (hamba) yang disandarkan kepada selain Alloh seperti Abdul Ka’bah (Hambanya Ka’bah) dan Abdul Husain (Hambanya Husain), Abdul Muhammad dan lain-lain.
  2. Nama yang tidaklah layak disandang oleh manusia seperti Malikul Mulk (Raja Diraja).
  3. Nama-nama yang mutlak hanya milik Alloh seperti Ar Rohman, Al Kholiq dan Al Ahad.
Ada pula nama-nama yang harus dijauhi seperti:
  1. Nama tokoh-tokoh barat yang jelas memusuhi dan memerangi Islam, karena cepat atau lambat nama seperti ini akan menarik kecintaan para pendengarnya.
  2. Nama-nama yang dibenci oleh setiap orang dan tidak layak disandang oleh manusia, seperti Kalb (anjing) dan Hazn (sedih). Nama-nama yang jelek seperti ini hendaklah diganti dengan nama-nama yang bagus, sebagaimana terdapat dalam sebuah riwayat bahwa Nabi mengubah nama seseorang Hazn menjadi Sahl.
Semoga kita menjadi hamba-Nya yang selalu menghidupkan ajaran Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam sampai akhir hayat kita. Amiin.
(Sebagian besar tulisan ini disadur dari Majalah Al Furqon, Gresik)
***
Penulis: Abu Ismail Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Akibat dari Maksiat dan Lalainya Manusia

Kemaksiatan dan kelalaian, dua hal yang melahirkan berbagai jenis penderitaan di dalam diri manusia. Tidakkah anda ingat bagaimana penyesalan Nabi Adam ‘alahis salam tatkala menyadari kesalahannya setelah mendurhakai Rabb-nya? Tidakkah anda ingat bagaimana penyesalan orang-orang kafir di akhirat yang mengandaikan kalau saja ketika di dunia mereka hanya menjadi sebongkah tanah saja? Tidakkah anda ingat bagaimana penyesalan dan hukuman yang harus dirasakan oleh Ka’ab bin Malik bersama dua orang sahabatnya yang sama-sama tidak ikut perang Tabuk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang lainnya? Lihatlah pada diri mereka; betapa kemaksiatan dan kelalaian telah menjauhkan mereka dari ketenteraman dan kebahagiaan. Aduhai, adakah manusia yang sudi hidup dirundung rasa takut, tersiksa, dan larut dalam kesedihan demi kesedihan…
Saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada aku dan kamu, ingatlah bahwa hakikat kehidupan kita di dunia ini adalah demi menjalankan sebuah misi yang sangat agung yaitu beribadah kepada Allah ta’ala semata. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (hanya) kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56). Dan sesungguhnya beribadah kepada Allah itu adalah dengan melakukan apa yang Allah cintai dan meninggalkan apa yang Allah benci.
Sekarang Saatnya Menanam Pohon Ketaatan
Saudaraku, maka dari itu kehidupan ini adalah ladang amal bagi kita. Apabila kita menanam kebaikan-kebaikan di dunia ini, niscaya kita akan menuai hasil yang menggembirakan di hari kemudian. Namun sebaliknya, apabila ternyata yang kita tanam justru perbuatan dosa dan kemaksiatan, maka jangan salahkan siapa-siapa jika buah yang nantinya kita rasakan di hari kemudian adalah buah Zaqqum dan minuman mendidih yang menjijikkan dan menghancurkan saluran pencernaan.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ’sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus…” (Al Fawa’id, hal. 158).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberikan nasihat yang sangat berharga kepada setiap kita, “Jadilah engkau di dunia ini seperti orang yang asing atau orang yang sedang mengadakan perjalanan.” Ibnu ‘Umar mengatakan, ‘Apabila kamu berada di waktu sore, janganlah menunggu datangnya waktu pagi. Dan apabila kamu berada di waktu pagi janganlah menunggu datangnya waktu sore. Manfaatkanlah saat sehatmu sebelum datang saat sakitmu, dan gunakan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.’.” (HR. Bukhari).
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Janganlah kamu terlalu menggantungkan hati kepada dunia, dan jangan jadikan ia sebagai tempat tinggal, janganlah kamu katakan kepada dirimu bahwa kamu selamanya akan tinggal di sana. Janganlah bergantung kepadanya kecuali sekedar seperti orang asing yang membutuhkan sesuatu hal ketika berada di suatu tempat di luar daerah asalnya yang tetap memendam rasa rindu untuk kembali kepada keluarganya.” (Durrah Salafyah, hal. 276). Beliau juga menandaskan bahwa di dalam hadits ini kita diajari untuk memendekkan angan-angan yang tidak sepantasnya, menyegerakan bertaubat, dan bersiap-siap untuk menghadapi kematian (Durrah Salafyah, hal. 276).
Siapakah di antara kita yang bisa menjamin bahwa besok pagi kita masih hidup? Oleh sebab itu manfaatkanlah waktu yang masih ada ini dengan sebaik-baiknya untuk berbuat ketaatan. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma telah berpesan kepada kita, “Apabila kamu berada di waktu sore janganlah menunggu datangnya waktu pagi. Dan apabila kamu berada di waktu pagi janganlah menunggu datangnya waktu sore.” Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Artinya apabila kamu berada di waktu sore jangan kamu katakan: Aku pasti masih akan hidup hingga pagi besok. Betapa banyak orang yang memasuki waktu sore namun ternyata tidak sempat menikmati waktu pagi di keesokan harinya…” (Durrah Salafiyah, hal. 279).
Kematian pasti datang dan tidak dapat dielakkan. Kalau ia telah datang menjemput maka amal telah terputus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang manusia meninggal maka akan terputus amalnya kecuali tiga perkara : sedekah yang terus mengalir (pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan orang lain, atau anak saleh yang mendoakan kebaikan bagi orang tuanya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Maka sudah sepantasnya bagi setiap orang berakal yang masih hidup serta berada dalam kondisi sehat dan segar bugar untuk bersemangat mengerjakan amal sebelum dia meninggal dan ketika itulah amalnya menjadi terputus.” (Durrah Salafiyah, hal. 280).
Seorang khalifah yang lurus dan mendapatkan bimbingan hidayah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Bersikap pelan-pelan dalam segala hal itu adalah baik kecuali dalam mengerjakan berbagai kebajikan demi meraih kebahagiaan di akherat kelak.” Hasan Al Bashri juga menasihatkan, “Bersegeralah, bersegeralah! Karena hidup kita ini sebenarnya adalah tarikan nafas demi tarikan nafas. Seandainya tarikan-tarikan itu dihentikan dari diri kalian niscaya akan terputuslah amal-amal yang sedang kalian kerjakan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla. Semoga Allah merahmati seorang manusia yang memperhatikan dirinya sendiri dan menangisi sekian banyak jumlah dosa yang telah dia lakukan…” (Durrah Salafiyah, hal. 280). Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu juga menasihati kita dengan sebuah nasihat yang sangat menyentuh, “Sesungguhnya dunia pasti akan lenyap dan pergi tunggang-langgang. Sedangkan akhirat pasti akan datang dan menghadang. Dan masing-masing di antara keduanya mempunyai anak-anak yang mengejarnya. Maka jadilah kalian sebagai ‘anak-anak akhirat’. Dan janganlah kalian termasuk ‘anak-anak dunia’. Karena sesungguhnya masa sekarang ini (kehidupan dunia) adalah masa untuk beramal serta belum ada hisab (perhitungan). Adapun esok (hari akhirat) adalah perhitungan yang tidak ada lagi kesempatan untuk beramal. ” (lihat Durrah Salafiyah, hal. 280).
Pahitnya Buah Kemaksiatan dan Kelalaian
Ibnul Qayyim rahimahullah memaparkan, “Sedikitnya taufik (pertolongan dari Allah), rusaknya pemikiran, tersamarnya kebenaran, rusaknya isi hati, tidak membekasnya bacaan zikir yang dibaca, perjalanan waktu yang tersia-siakan, ketidaksukaan dan kepergian teman, perasaan hampa dan sempit pada diri seorang hamba di hadapan Rabbnya, terhambatnya pengabulan doa, hati yang keras, tercabutnya keberkahan dalam urusan rezeki dan umur, terhalang mendapatkan ilmu, terselimuti dengan kehinaan dan kerendahan karena tekanan musuh, perasaan sempit dada, tertimpa musibah berupa dikelilingi oleh teman-teman dekat yang jelek sehingga merusakkan isi hati dan membuang-buang waktu, kesedihan dan gundah gulana yang berkepanjangan, penghidupan yang sempit dan tertutupnya kemampuan untuk memperbaiki keadaan diri, itu semua terlahir dari kemaksiatan dan kelalaian untuk mengingat Allah. [Itulah dampak kemaksiatan] Sebagaimana halnya tanaman yang tumbuh dari dalam genangan air, atau seperti panas yang membakar dari sebuah nyala api. Sedangkan hal-hal yang menjadi lawan dari itu semua akan muncul dari ketaatan.” (Al Fawa’id, hal. 35-36).
Pada suatu saat Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apabila kemaksiatan telah merajalela di kalangan umatku maka Allah meratakan azab kepada mereka semua dari sisi-Nya…’.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ [5231] dan Sahih Sunan Abu Dawud [4347]. Lihat Ad Daa’ wa Ad Dawaa’, hal. 51).
Allah ta’ala berfirman,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Telah dilaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Daud dan ‘Isa bin Maryam, hal itu dikarenakan perbuatan maksiat yang mereka lakukan dan mereka senantiasa melampaui batas. Mereka tidak saling melarang dari kemungkaran yang dilakukan di antara mereka. Sungguh jelek apa yang telah mereka kerjakan itu.” (QS. Al Ma’idah: 78)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa Bani Isra’il mendapatkan laknat dari Allah karena kemaksiatan yang mereka lakukan, sikap mereka yang melampai batas, dan mereka tidak menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Artinya (mereka dilaknat) karena kemaksiatan mereka kepada Allah dan kezaliman mereka terhadap hamba-hamba Allah. Itulah yang menjadi sebab kekafiran mereka dan jauhnya mereka dari rahmat Allah. Karena sesungguhnya perbuatan-perbuatan dosa dan kezaliman itu pasti membuahkan hukuman-hukuman…” (Taisir Al Karim Ar Rahman, hal. 241).
Saudaraku, ingatlah bahwa segala macam bentuk kemaksiatan dan kelalaian adalah termasuk tindak kezaliman. Sebab hak Allah atas hamba-Nya adalah untuk ditaati bukan didurhakai, diingat dan bukan dilalaikan. Kezaliman ada tiga macam : kezaliman manusia terhadap hak Allah yaitu syirik, kezaliman manusia kepada dirinya sendiri itulah yang biasa disebut dengan maksiat, serta kezaliman terhadap sesama. Ketiga hal ini adalah kezaliman dan juga sekaligus kemaksiatan. Kalau kezaliman seorang hamba kepada dirinya adalah maksiat, maka bagaimana lagi kezalimannya kepada orang lain, dan bagaimanakah lagi jika yang dizaliminya adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala Dzat yang telah menciptakan dirinya?
Apakah sebab timbulnya berbagai macam kerusakan di atas muka bumi ini kalau bukan karena kemaksiatan yang dilakukan oleh umat manusia? Allah ta’ala berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah tampak kerusakan di atas daratan dan juga di lautan dikarenakan apa yang telah diperbuat oleh tangan-tangan manusia…” (QS. Ar Ruum: 41)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tindakan merusak bumi itu terdiri dari dua bentuk: Pertama, perusakan secara fisik yang bisa dilihat dengan indera, yaitu seperti dengan cara merobohkan rumah-rumah, merusak jalan-jalan, dan kejahatan lain semacamnya. Yang kedua adalah perusakan secara maknawi, yaitu dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Pada hakekatnya maksiat itulah sebesar-besar tindak perusakan yang terjadi di atas muka bumi.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas (Al Qaul Al Mufid, II/77).
Dan karena kezaliman pulalah umat-umat terdahulu yang durhaka dihancurkan oleh Allah dengan berbagai macam bentuk siksaan dan bencana yang mengerikan. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ
“Dan tidaklah Kami akan menghancurkan negeri-negeri itu kecuali karena para penduduknya adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Qashash: 59)
Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang gemar berbuat zalim berupa kekafiran atau maksiat memang berhak untuk menerima hukuman dari Allah. Karena Allah tidak akan menghukum siapa pun kecuali karena kezaliman yang dilakukannya dan setelah hujjah ditegakkan kepadanya (lihat Taisir Al Karim Ar Rahman, hal. 621).
Oleh sebab itu Allah ta’ala melarang keras tindak perusakan di atas muka bumi ini dengan segala jenisnya. Allah ta’ala berfirman,
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
“Dan janganlah kalian melakukan perusakan di atas muka bumi setelah sebelumnya ia diperbaiki…” (QS. Al A’raaf: 56)
Sembari menukil ayat, Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Dan janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi” Artinya adalah (jangan berbuat kerusakan, pent) dengan melakukan berbagai perbuatan maksiat. “Sesudah dia diperbaiki.” Artinya adalah (sebelumnya bumi itu telah baik, pent) dengan amal-amal ketaatan. Karena sesungguhnya berbagai perbuatan maksiat itu menjadi sebab rusaknya akhlak, rusaknya amalan dan carut marut rezeki. Ini serupa dengan firman Allah ta’ala yang artinya, “Telah muncul kerusakan di daratan dan di lautan dengan sebab ulah tangan-tangan manusia.” Sebagaimana halnya berbagai perbuatan ketaatan menjadi sebab baiknya akhlak, bagusnya amalan, dan kelancaran rezeki serta kebaikan kondisi di dunia maupun di akhiat.” (Taisir Al Karim Ar Rahman, hal. 292).
Belum lagi, kalau kita mengetahui bahwasanya kezaliman yang kita lakukan itu ternyata akan menghalangi kita dari mendapatkan manisnya hidayah. Tentunya setelah menyadari hal ini kita akan berusaha untuk menjauhkan diri darinya sejauh-jauhnya. Allah ta’ala berfirman,
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka apabila mereka tidak memenuhi seruanmu (wahai Muhammad), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka itu hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. Al Qashash: 50)
Orang-orang yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang yang kezaliman telah menjadi karakter hidupnya dan suka menentang (kebenaran) telah melekat dalam perangainya. Ketika hidayah menyapa, mereka justru menolaknya. Mereka lebih senang menuruti kemauan hawa nafsunya. Mereka sendirilah yang menutup pintu-pintu dan jalan menuju hidayah. Mereka justru membuka pintu-pintu kesesatan dan jalan menuju ke sana. Mereka menutup mata dan tidak mau tahu, padahal mereka telah tenggelam dalam kesesatan dan penyimpangan. Mereka terombang-ambing, hidup di ambang kehancuran (lihat Taisir Al Karim Ar Rahman, hal. 618). Ayat ini juga merupakan dalil yang menunjukkan bahwa semua orang yang tidak mau memenuhi seruan Rasul dan justru menganut pendapat yang menyelisihi ucapan Rasul maka dia tidaklah bermazhabkan bimbingan hidayah akan tetapi mazhabnya adalah hawa nafsu (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 618).
Padahal kita sudah sama-sama tahu bahwa hidayah adalah perkara yang sangat kita butuhkan, lebih daripada kebutuhan kita kepada makanan dan minuman. Tidakkah kita ingat sebuah doa nan indah yang selalu terucap dari lisan orang yang melakukan shalat lima waktu yang dilakukannya setiap hari? ‘Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus’. Bukankah itu doa yang terus kita panjatkan di setiap rakaat shalat yang kita lakukan? Apakah itu artinya? Apakah itu berarti kita mengucapkan sesuatu yang sia-sia dan tanpa makna? Apakah itu artinya kita bisa hidup tenteram dan bahagia tanpa bimbingan dan petunjuk dari Allah ta’ala? Tidakkah kita sadar bahwa hal itu menunjukkan bahwa hidayah itu lebih penting dari segala kebutuhan dunia; yang primer, sekunder, apalagi tersiernya? Lalu apalah artinya kita hidup jika tanpa bimbingan dan pertolongan dari-Nya? Lihatlah betapa pahit akibat yang harus dirasakan oleh orang yang bermaksiat kepadanya; kehilangan sesuatu yang paling berharga dan menjadi ruh kehidupannya yaitu hidayah dari Allah ta’ala, la haula wa la quwwata illa billah
Penyebab Terjadinya Maksiat
Ibnul Qayyim rahimahullah memaparkan, “Tidaklah seorang hamba menerjang sesuatu yang diharamkan oleh Allah melainkan disebabkan oleh [salah satu di antara] dua kemungkinan:
Pertama: Karena persangkaan buruknya kepada Rabbnya. Dia mengira kalau dia tetap taat kepada Allah serta lebih mengutamakan keinginan-Nya maka Allah tidak akan memberikan ganti lebih baik darinya yang halal untuk dinikmati.
Kedua: Dia telah menyadari hal itu, dan dia pun tahu bahwa orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik darinya. Akan tetapi hawa nafsunya telah menguasai dirinya sehingga dia tidak lagi bersabar dan dia pun telah mencampakkan akal sehatnya.
Yang pertama terjadi karena lemahnya ilmu yang dia punyai. Sedangkan yang kedua terjadi karena lemahnya akal dan kejernihan mata hati yang dia miliki…” (Al Fawa’id, hal. 46).
Wahai saudaraku, marilah kita cermati diri kita masing-masing. Tidakkah kita ingat, dahulu kita ini bukan apa-apa. Kita dulu belum terlahir ke alam dunia, kita dulu tidak mengetahui apa-apa, tidak punya apa-apa, dan tidak bisa melakukan apa-apa. Lantas Allah menciptakan kita dengan rupa dan bentuk yang amat sempurna. Dan Allah mengaruniakan akal, penglihatan, pendengaran, dan hati kepada kita. Allah juga yang menciptakan berbagai macam binatang ternak, tanaman, dan buah-buahan sehingga bisa dinikmati oleh manusia. Allah juga yang memberikan akal dan kecerdasan kepada umat manusia sehingga mereka bisa mengembangkan teknologi canggih di mana-mana. Apakah yang telah membuat kita lalai dan larut dalam kemaksiatan kepada-Nya?
Apakah dengan melakukan maksiat itu berarti kita menyangka Allah tidak melihat perbuatan kita? Apakah dengan melakukan maksiat itu berarti kebahagiaan yang hakiki akan kita raih, atau justru sebaliknya; perasaan sedih, menyesal, bersalah, dan gundah gulana yang akan mengisi relung-relung hati kita? Tidakkah orang yang miskin menyadari bahwa dengan mencuri dia tidak akan menjadi kaya, bahkan bisa jadi dia akan dijebloskan ke dalam penjara? Tidakkah orang yang kehausan sadar bahwa dengan meminum khamr maka rasa hausnya justru tidak akan terobati dan bahkan dirinya akan semakin tersiksa? Tidakkah para koruptor sadar bahwa uang haram yang dia masukkan ke dalam rekeningnya justru akan mencabut keberkahan hartanya serta menyiksa hati dan pikirannya, dan bisa jadi menjatuhkan kedudukannya di hadapan masyarakat, atau paling tidak mereka akan dimurkai oleh Allah ta’ala? Apakah setelah menyadari ini semua -wahai insan- kamu akan tetap bersikeras bermaksiat dan lalai dari mengingat keagungan-Nya?
Allah ta’ala berfirman,
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang mereka lalui (dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak sekali di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)
Apakah belum tiba waktunya bagi kita untuk mengisi hari-hari kita dengan bacaan al-Qur’an dan mentadabburinya? Apakah belum tiba waktunya bagi kita untuk tunduk secara total mengikuti keindahan ajaran syari’at-Nya? Ataukah kita akan membiarkan hati ini mengeras tanpa siraman ayat-ayat-Nya dan panduan ajaran Nabi-Nya? Wahai manusia, sesungguhnya Allah sangat menyayangi diri kalian, oleh sebab itu Allah turunkan al-Qur’an bagi kalian untuk dipelajari bukan untuk dicampakkan. Allah utus Nabi-Nya kepada kalian untuk kalian ikuti bukan untuk ditinggalkan. Maka alangkah meruginya kalian jika kalian justru menyia-nyiakan bimbingan ilahi ini. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Hati-hati manusia sangat butuh untuk berzikir dan mengingat wahyu yang diturunkan oleh Allah serta mengisi ucapan-ucapannya dengan hikmah. Tidak semestinya hal itu dilalaikan. Karena kelalaian adalah penyebab keras dan membekunya hati.” (Taisir Al Karim Ar Rahman, hal. 840).
Kita memohon kepada Allah dengan keagungan nama-nama dan sifat-sifat-Nya semoga Allah menganugerahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat, kekhusyu’an dalam beribadah, dan rasa takut kepada-Nya baik di saat bersama manusia maupun tidak bersama mereka. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita taubatan nasuha sehingga Allah mengampuni dosa dan kesalahan-kesalahan kita. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi rabbil ‘alamiin.


***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id